Catatan Kesederhanaan - Meski penguatan rupiah terbesar di emerging market, namun penurunan cadangan devisa Bank Indonesia pada bulan lalu menunjukkan rentannya perekonomian Indonesia saat suku bunga AS dikerek.
Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg pada Jumat (6/11), cadangan devisa BI kembali turun untuk delapan bulan berturut-turut sebesar 1 miliar dollar AS menjadi 100,7 miliar dollar AS.
Penurunan itu disebabkan meningkatnya biaya untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan penggunaan cadangan devisa untuk stabilisasi rupiah.
Intervensi yang dilakukan pemerintah berhasil mengangkat performa rupiah sebesar 9,1 persen pada pekan yang berakhir 9 Oktober 2015 lalu.
Hanya saja, cadangan devisa Indonesia saat ini berada di level terendahnya sejak januari 2014 dan mendekati ambang batas nilai psikologis di posisi 100 miliar dollar AS.
Dengan posisi seperti itu, BI dinilai kekurangan amunisi jika The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya pada Desember 2015 mendatang.
Berdasarkan hasil survei Bloomberg, kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuannya pada akhir tahun ini semakin menguat.
Menurut estimasi Macquarie Bank Ltd, kerentanan ekonomi juga terlihat dari arus dana asing yang keluar dari Indonesia dengan nilai mencapai 1,7 miliar dollar AS.
“Hengkangnya dana asing masih terus terjadi di tengah pelemahan dollar. Apresiasi rupiah pada Oktober hanya salah satu kasus, bukan tren baru,” jelas Nizam Idris, Head of Currencies and Fixed Income Strategy Macquarie di Singapura.
Catatan saja, pada pukul 11.16 WIB, nilai tukar rupiah melemah 0,8 persen menjadi 13.670 per dollar AS. Matauang Garuda sudah melemah 3,2 persen dari posisi paling perkasa pada 15 Oktober lalu di level 13.228 per dollar AS.(kompas.com, 9/11/2015)
Posting Komentar