MATERI KULIAH
MAGISTER HUKUM UNIVERSITAS BATAM
SILAHKAN DI DOWNLOAD MATERI KULIAH (klik jenis mata kuliah dibawah ini)
SEMESTER I
- METODE PENELITIAN HUKUM (download)
- HUKUM AGRARIA2 (download)
- PENEMUAN HUKUM Prof.Runtun Sitepu (download)
- HUKUM LINGKUNGAN Prof. Samsul (download)
- HUKUM PAJAK Prof. DAHLAN, SH.MH (download)
- POLITIK HUKUM Dr, MIRZA NASUTION, SH.MH (download)
JAWABAN TUGAS HUKUM PAJAK OLEH Prof. DAHLAN, SH.MH
JAWABAN SOAL UTS :
Nama : Candra Hernawan,S.Sos
Jurusan : Ilmu Hukum (S2)
NPM : 74113028
Mata Kuliah : HUKUM PAJAK
Dosen Pengajar : Prof. Dahlan,
SH.MH
JAWABAN:
1.
Pajak yang dipungut
pemerintah digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat :
a.
Kemanfaatan
pajak sangat kita rasakan misalnya manfaat atas
pembangunan jalan, jembatan, pemberian subsidi, pelayanan kesehatan, pelayanan
pendidikan maupun pembangunan sarana dan prasarana lain yang diberikan negara
kepada rakyatnya. Jika dibidang pendidikan dapat dirasakan leh anak-anak kita
seperti melalui program bantuan operasional sekolah (BOS), wajib belajar
sembilan tahun gratis, penyediaan alat tulis, buku pelajaran, renovasi sekolah,
serta beasiswa, dll.
b. Beberapa alasan
mengapa bisa terjadi penyelewenangan dalam penyelenggaraan pengelolaan pajak
yaitu :
- Memudarnya nilai-nilai agama dalam pengelolaan pajak tersebut, dan sekali lagi ini adalah sebuah
“kemenangan” ideologi atas negeri oleh tangan-tangan kotor yang menghegemoni
dunia saat ini. Sehingga menghasilkan berbagai macam penyelewengan pajak yang
boleh saya sebut sebagai “oknum nakal berjama’ah”.
- Terjadi demoralisasi dan demotivasi
dalam kalangan Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dan
yang lebih seram dikarnakan pegawai yang sebenarnya mempunyai kompetensi yang
cukup tinggi itu bekerja tidak maksimal. Cenderung mencari aman saja, sehingga
ujung-ujungnya target penerimaan tidak tercapai.
-
Keinginan
untuk memperkaya diri dengan cara ilegal pada sebagian pegawai pajak atau
pihak-pihak tertentu misalnya pengusaha atau pejabat.
- Kurang ketatnya pengawasan pemerintah
terhadap pengelolaan pajak sehingga memberikan celah dan peluang bagi pihak
yang tidak bertanggungjawab.
- Rumitnya sistem perpajakan
nasional sebagai penyebab besarnya kebocoran penerimaan pajak.
Dari kasus-kasus pidana korupsi dan
penyelewengan pajak yang sudah terungkap di pengadilan, memang modusnya
sudah cukup gamblang dibeberkan. Semua itu mengisyaratkan bahwa betapa
mudah-dan-leluasanya mereka melakukan tindakan korupsi. Tetapi akar penyebab
sesungguhnya mengapa mereka begitu leluasa melakukan hal itu tanpa terendus
rasanya belum tersentuh hingga saat ini.
Berkaca dari kasus penyelewengan yang
dilakukan oleh Gayus H Tambunan misalnya, yang berangsungkutan dapat melakukan
itu dalam jumlah besar, berkali-kali, terhadap banyak wajib pajak—tanpa
diketahui oleh inspektorat jenderal. Bahkan atasannya langsungpun tidak
tahu-menahu.
Mungkin memang benar seperti terungkap dalam
persidangan bahwa yang bersangkutan melakukan semua itu dengan bekerjasama
dengan pihak luar (hingga disebut ‘mafia pajak’), konsultan pajak dalam hal
ini. Akan tetapi, bagaimana mungkin atasannya langsung sampai tidak tahu.
Apakah atasannya samasekali tidak tahu apa saja aktivitas yang bersangkutan,
kemana saja dia, dengan siapa saja bertemu. Karena setahu saya, setiap petugas
pajak yang melakukan kunjungan atau pertemuan dengan wajib pajak mestilah
membawa surat tugas. Yang namanya surat tugas pastilah ditandatangani oleh
atasannya, minimal kepala seksi atau kepala pemeriksanya.
Pada kenyataannya, yang bersangkutan dapat
melakukan semua perilaku buruknya tanpa diketahui oleh siapapun selain oleh
dirinya sendiri seperti fakta (jika bisa disebut demikian) yang terungkap dalam
persidangan. Tentunya itu fakta menyedihkan sekaligus menjadi sumber keheranan
bagi semua pihak. Fakta yang menyisakan berbagai pertanyaan, penasaran
sekaligus kecurigaan yang sulit diukur dan dinyatakan dalam kata-kata.
Salah satu pertanyaan terbesar dari kasus ini
(setidaknya dari saya pribadi): bagaimana caranya Gayus H Tambunan dapat
melakukan semua itu tanpa diketahui oleh siapapun dari pihak kantor pajak
dimana dia bekerja; apakah dia begitu leluasa berkeliaran berkunjung, bertemu
dan melakukan deal-deal gelap dengan pihak luar (konsultan maupun wajib
pajak)?.
2.
- Wajib Pajak sering
disingkat dengan sebutan WP adalah orang pribadi atau badan (subjek pajak) yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Wajib pajak bisa berupa wajib
pajak orang pribadi atau wajib pajak badan.
- Yang termasuk
dalam wajib pajak penghasilan ialah orang
pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
selama satu tahun pajak. Untuk Subjek Pajak Penghasilan meluputi :
• orang pribadi;
• warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak;
• badan; dan
• bentuk usaha tetap (BUT).
Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek
Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
·
Orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
·
Badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah
yang memenuhi kriteria pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD, penerimaannya
dimasukan dalam anggaran pusat atau daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara.
·
Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
·
Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
·
Orang Pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia.
Tidak termasuk Subjek Pajak :
o Badan perwakilan negara asing;
o Pejabat perwakilan diplomatik, dan
konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka, dengan syarat: bukan warga Negara Indonesia; dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut; serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
o Organisasi-organisasi Internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
o Pejabat-pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
bukan warga negara Indonesia; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
3.
Membeli Tanah dan
bangunan pada bulan April 2014 dengan NJOP Rp. 300 juta.
a. Pajak yang harus dibayarkan yaitu ;
- Pembeli : PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) yaitu dikenakan satu kali saat membeli properti 10 % dari
nilai transaksi jika harga melebihi 36 Juta, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan) yaitu 5 % dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) nilai NJOPTKP sesuai daerah
masing-masing, jika di Kota Batam sebesar Rp. 70 Juta.
- Penjual : PPh (Pajak Penghasilan) sebesar 5 % dari Nilai
transaksi kecuali transaksi Rp. 60 juta atau dibawahnya penjual tidak dikenakan
PPh. Khusus developer, pajak ini dibayarkan melalui PPh tahunan.
b.
- Besaran PBB = 0,12% (Utk NJOP sampai 1 milyar di Kota Batam)
* Harga tanah dan Bangunan =
Rp 300.000.000
-------------------- +
* NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 300.000.000
* NJOP Tidak Kena Pajak (Kota Batam) = Rp 15.000.000
-------------------- +
* NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 300.000.000
* NJOP Tidak Kena Pajak (Kota Batam) = Rp 15.000.000
------------------------
-
* NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 285.000.000
* Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang :
* NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 285.000.000
* Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang :
0,12% x Rp.285.000.000 = Rp 342.000
------------------------
PBB YANG HARUS DIBAYARKAN = Rp. 342.000
------------------------
PBB YANG HARUS DIBAYARKAN = Rp. 342.000
- Besaran BPHTB
* Harga Tanah dan bangunan =
Rp 300.000.000
------------------------------------
* Jumlah Harga = Rp 300.000.000
* Nilai Tidak Kena Pajak (Kota Batam) = Rp 70.000.000
------------------------------ -
* Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 230.000.000
* BPHTB yang harus dibayar 5% :
------------------------------------
* Jumlah Harga = Rp 300.000.000
* Nilai Tidak Kena Pajak (Kota Batam) = Rp 70.000.000
------------------------------ -
* Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 230.000.000
* BPHTB yang harus dibayar 5% :
5% x
Rp. 230.000.000
=
Rp 11.500.000
4.
Bapak A Penghasilan
sebesar Rp. 200 juta Rupiah setahun, mempunyai 4 orang anak dan satu istri.
a.
Yang dapat
dipotong oleh Bapak A untuk mendapat jumlah penghasilan kena pajak yaitu;
- PTKP untuk orang pribadi : Rp. 24.300.000
- Tambahan WP Kawin : Rp. 2.025.000
-
Tambahan Anggota Kel. (max. 3 org) : Rp. 6.075.000 (@2.025.000x3 org)
Total Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) : Rp. 32.400.000
- Penghasilan Bruto Bapak A : Rp. 200.000.000
-
Pengurangan Biaya Jabatan (5%) : Rp. 6.000.000
(hitungan 10jt tpi max.6 juta)
-
Penghasilan
Netto (200.000.000-6.000.000) : Rp. 194.000.000
-
PTKP :
Rp. 32.400.000
-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yaitu (Penghasilan
Netto – PTKP) :
» PKP (Rp. 194.000.000 – Rp. 32.400.000)
= Rp. 161.600.000
b. Besar pajak penghasilan yang harus dibayar Bapak A :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Rp 0 sampai dengan Rp. 50.000.000
|
5%
|
>Rp
50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000
|
15%
|
>Rp 250.000.000 sampai dengan Rp
500.000.000
|
25%
|
> Rp 500.000.000
|
30%
|
Pajak Penghasilan yang harus dibayar :
» Pajak
yang harus di bayar Bapak A
5 % x
50.000.000 = Rp. 2.500.000
15 % x 111.600.000 = Rp. 16.740.000 +
Total = Rp. 19.240.000
5.
Seorang Dokter
berpenghasilan dari industri kecilnya sebesar Rp. 40 juta setahun. Dari praktek
dokternya sebesar Rp. 72 Juta. Dokter tersebut kawin dan mempunyai 3 orang
anak.
Catatan:
Persentase untuk industri : 12 %, Dokter: 45 %.
Yang dapat dipotong oleh Dokter untuk
mendapat jumlah penghasilan kena pajak yaitu;
- PTKP untuk orang pribadi : Rp. 24.300.000
- Tambahan WP Kawin : Rp. 2.025.000
-
Tambahan Anggota Kel. (max. 3 org) : Rp. 6.075.000 (@2.025.000x3 org)
Total PTKP : Rp. 32.400.000
Penghasilan Netto :
- Rp. 72.000.000 x 45 % = Rp.
32.400.000
- Rp. 40.000.000 x 12,5% = Rp. 5.000.000 +
Total = Rp.37.400.000
Pengurang :
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) yaitu (Penghasilan Netto – PTKP) :
PTKP (K/3) = Rp. 32.400.000 –
= Rp.
5.000.000
PPh Terhutang/yang harus dibayar :
5% x 5.000.000 = Rp. 250.000,-
Posting Komentar