Headlines News :
Home » , » Mencari Jawaban Mitos Dua Unyeng-unyeng

Mencari Jawaban Mitos Dua Unyeng-unyeng

Written By catatan kesederhanaan on Minggu, 31 Juli 2016 | 19.43

Mencari Jawaban Mitos Dua Unyeng-unyeng
(oleh: Edy Supriatna Syafei)
Mencari Jawaban Mitos Dua Unyeng-unyeng

Candrahernawan.com - Ini kisahku memiliki cucu yang punya dua unyeng-unyeng. Unyeng-unyeng adalah pusaran rambut atau user-user atau kinciran yang ada di atas kepala. Cucuku ini berdomisili di Batam, bersama kedua orang tuanya; Candra dan Indah.

Kata orang tua tempo doeloe - terutama di kalangan etnis Jawa - bahwa anak yang memiliki dua unyeng-unyeng punya prilaku petakilan. Nggak bisa diam. Agresif dan cenderung nakal. Ngeri juga rasanya. Beruntungnya, Candra - sebagai orang tua - tak pernah terlihat lelah meladeni puteranya kemana pun pergi berlari. Satu saat Al Fatih (3 tahun), cucu semata wayang saya itu tak mau berjalan kaki, minta digendong terus menerus oleh orang tuanya. Pada waktu lainnya, Al Fatih tak mau digendong. Ia berjalan santai. Awalnya, terlihat tenang. Tak berapa lama, lantas berlari melejit di tengah kerumunan orang banyak sehingga lepas dari pandangan. Dia berteriak ceria sambil berjalan tanpa mempedulikan orang banyak tengah memperhatikan tingkahnya.

Tatkala berada di rumah, bocah yang gemar makan buah dan masih menyusui ini, sangat agresif. Tidak bisa diam. Atau tidak dapat bersikap kalem seperti anak-anak lainnya ketika dibujuk. Al Fatih terlihat sangat berani. Bahkan, saya sebagai kakeknya ngeri menyaksikan tingkah polahnya.

Pada saat Lebaran, di kediaman buyutnya, bocah ini tiba-tiba naik kursi. Lantas naik ke atas meja tamu terbuat dari kaca. Ia jingkrakan. Bayangkan, jika kaca pecah, resikonya sangat fatal. Perbuatan serupa juga dilakukan di kediaman kakeknya. Beruntung toples kue dan makanan sudah diamankan.

Candra pernah bercerita, ketika berlibur ke Bangkok, bulan lalu, Fatih tak mau berjalan kaki. Selalu minta digendong. Ketika berada di kediaman pamannya di Malaysia, Fatih seperti menikmati kebebasannya. Pasalnya, di situ ada anak yang sama usianya. Hanya saja, ketika bermain bersama, Fatih lebih agresif. Seluruh mainan milik temannya nyaris dikuasai sepenuhnya.
 
 Al Fatih tengah menikmati minuman segar 


Al Fatih menikmati minuman bersama tantenya


Kegembiraan Fatih terlihat luar biasa. Lari dari satu tempat ke tempat lain. Tidak merasa takut berlari menembus kerumunan orang banyak. Hanya nenek dan orang tuanya dibuat berkucuran keringat. Perilaku Fatih juga kadang seperti bos menunjuk loket penjual es krim untuk segera dibelikan. Jika tak dikabulkan permintaannya, ia menangis keras.   Jika diajak berjalan menggunakan mobil, Fatih pasti minta duduk di kursi depan. Di samping sopir. Sudah tentu, seluruh tombol dipegang-pegang. Ia paling suka memutar tombol AC dan mengaktifkan radio.

Celakanya, cara memutar AC seenaknya, satu saat pada posisi volume rendah tiba-tiba ke level tiga. Bahkan diputar-putar seenaknya, yang tentu saja dikhawatirkan dapat berpengaruh dan merusak tali karet AC mobil. Satu-satunya cara untuk dapat membuat Al Fatih sedikit tenang adalah ketika menyaksikan film kartun melalui Youtube. Karena belum pandai menggunakan komputer, Fatih sering berteriak ketika film usai masa tayang. Ia pun minta diputarkan film kartun berikutnya.

Kadang, film belum berakhir masa tayang, dia sudah menunjuk-nunjuk film kartun lainnya. Film yang digemari kebanyakan Ipin Upin, Ninjago dan sejenisnya. Melihat fakta seperti itu, saya mencoba mencari tahu cerita para orang tua tentang makna unyeng-unyeng. Bagi etnis Jawa, diyakini bahwa setiap anak lahir memiliki tanda khasnya.

Tanda-tanda khas yang dimilikinya berbeda satu anak dengan anak lainnya. Jelas, itu sudah merupakan Sunnatullah. Sebagai pemberian Allah. Tanda itu bisa berupa warna hitam di lengan, kaki atau berupa tahi lalat. Termasuk juga unyeng-unyeng itu sebagai tanda khas pada diri seorang bayi. Konon, tanda tersebut juga mencirikan prilaku dari orang bersangkutan.
  Ketika bermain, Fatih perlu pengawasan ekstra kett

  Foto bareng bersama anggota keluarga di Kebun Raya Bogor


Di kalangan etnis Jawa, unyung-unyeng dua dimaknai bahwa anak tersebut petakilan, nakal dan lebih menonjol di tengah-tengah kelompok anak sepermainannya. Sedangkan unyeng-unyeng satu, dimaknai sebagai anak kalem. Bagaimana dengan unyeng-unyeng tiga, saya tak tahu karena bukan berasal dari Jawa. He he he ....

Fakta yang ada bahwa unyeng-unyeng dua dimaknai sebagai anak petakilan memang terbukti seperti yang dikatakan orang tua di kalangan etnis Jawa. Artinya, cucu saya, Al Fatih seperti itulah apa adanya yang saya ungkapkan. Jadi, bukan mitos. Lantas, bagaimana karakter anak memiliki unyeng-unyeng dua ke depan. Apakah ketika dewasa nanti dapat berubah seiring proses pendidikan yang diterimanya. Saya, sepenuhnya menyerahkan kepada Allah, Tuhan YME. Tentu pula, sebagai kakek, terus mendoakan agar Al Fatih, sesuai dengan namanya, dapat menjadi anak saleh, bermanfaat bagi orang tua dan negara…


Sumber: Eyang Edy Supriatna (http://www.kompasiana.com/edysupriatna/mencari-jawaban-mitos-dua-unyeng-unyeng_5783277e1593730906882881)

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Candra Hernawan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger