TIPS DARI RASULULLAH
UNTUK
KELUAR DARI KESULITAN
HIDUP
Meskipun
rejeki ada di tangan Allah swt, namun demikian, Allah swt dan RasulNya telah
memberikan beberapa kiat untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh rejeki
Allah swt, dan keluar dari kesulitan hidup.
Al-Quran dan Sunnah telah menjelaskan masalah ini dengan sangat jelas
dan gamblang.
Siapa saja
yang mengikuti kiat-kiat tersebut, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan dan
keberkahan hidup, terbebas dari kesulitan dan penderitaan.
1. Mengadu dan Berharap Hanya Kepada Allah swt
Diantara
kiat-kiat agar kita terjauh dari kemiskinan adalah mengadukan keadaannya kepada
Allah swt, dan hanya berharap kepadaNya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
مَنْ نَزَلَتْ بِهِ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ
فَاقَتُهُ وَمَنْ نَزَلَتْ بِهِ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِاللَّهِ فَيُوشِكُ
اللَّهُ لَهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ أَوْ آجِلٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
"Barangsiapa
tertimpa kemiskinan, kemudian ia mengadukannya kepada sesama manusia, maka
tidak akan tertutup kemiskinannya itu.
Namun, siapa saja yang mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan
memberinya rizki, baik segera ataupun lambat."[HR. Abu Dawud dan
Turmidziy, Abu 'Isa berkata hadits ini hasan shahih gharib]
Imam
al-Hafidz al-Mubarakfuriy dalam Tuhfat al-Ahwadziy, menyatakan, bahwa siapa saja yang tertimpa
kefakiran dan kesempitan hidup, kemudian menjelaskan dan menampakkan
kesulitannya kepada manusia dengan jalan mengadukan masalah tersebut kepada
mereka, kemudian meminta mereka untuk menghilangkan kesulitannya, maka
kebutuhannya tidak akan terpenuhi, dan kesulitannya tidak akan hilang. Dengan kata lain, siapa saja yang hidup
dengan meminta-minta, maka kebutuhannya tidak akan terpenuhi dan kesulitannya
tidak akan lenyap. Namun, jika ia
mengadukannya kepada Allah swt, yakni berharap hanya kepada Allah swt, maka
Allah akan memberinya rezki, baik cepat maupun lambat.[1]
2. Bertaqwa Kepada Allah swt
Ketaqwaan
adalah kunci untuk mendapatkan kemudahan dari Allah swt. Allah swt telah berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ¤ وَيَرْزُقْهُ مِنْ
حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ
اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
"Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."[
al-Thalaq:2-3]
Imam Ibnu
Katsir dalam tafsir Ibnu Katsir menyatakan: "Siapa saja yang bertaqwa kepada
Allah, yakni menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang
dilarangNya, maka Allah akan memberi jalan keluar atas segala urusannya, dan
memberinya rejeki dari jalan yang tidak pernah disangka-sangkanya."[2]
Berkenaan dengan ayat ini, Imam Ahmad
menuturkan sebuah riwayat dari Abu Dzar al-Ghifariy, bahwasanya ia berkata:
"Suatu
ketika Rasulullah saw membaca ayat ini hingga selesai. Kemudian, beliau saw
berkata, "Wahai Abu Dzar, seandainya seluruh manusia mengamalkan ayat ini,
sungguh mereka akan mendapatkan kecukupan." [HR. Ahmad]
Sebagaimana
penuturan 'Ali bin Abi Thalhah, Ibnu 'Abbas berkata,"Maksudnya adalah,
Allah swt akan menyelamatkan dirinya dari kesulitan hidup di dunia maupun
akherat."[3]
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Sudiy
menuturkan sebuah riwayat sebagai berikut:
"Ada seorang
shahabat Nabi saw bernama 'Auf bin Malik.
Ia memiliki seorang anak laki-laki, yang mana orang-orang musyrik telah
menawannya. Tatkala anak tersebut masih ditawan orang-orang musyrik, bapaknya
menjumpai Rasulullah saw dan mengadukan keadaan anaknya, dan perihal dirinya
yang sangat membutuhkan anaknya. Kemudian, Rasulullah saw memerintahkan dirinya
untuk bersabar, seraya berkata, "Sesungguhnya Allah akan memberikan
kelapangan kepadamu." Tidak lama
kemudian datanglah kemudahan. Anak
laki-lakinya terlepas dari tangan musuh, dan kembali dengan membawa
ghanimah. Anak laki-laki itu kemudian
menemui bapaknya, dengan membawa ghanimah yang diperolehnya dari musuh. Lalu, turunlah firman Allah swt, "Wa man
yattiqillaha yaj'al lahu makhrajan wa yarzuqhu min haitsu la yahtasib" [4] Dalam riwayat lain
disebutkan, bahwa anak laki-laki itu membawa seratus ekor unta.
Ketaqwaan kepada Allah adalah kunci agar
urusan kita dimudahkan oleh Allah swt, sekaligus sebagai jalan untuk membuka
rejeki dari jalan yang tidak kita sangka dan duga. Sebaliknya, kemaksiyatan merupakan penghalang
bagi datangnya kelapangan dan rejeki.
Di dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيْبُهُ وَلَا
يُرَدُّ الْقَدَرُ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيْدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ
"Sesungguhnya seorang
hamba benar-benar dihalangi mendapatkan rejeki akibat dosa yang dilakukannya;
dan tidaklah diubah takdir kecuali dengan doa, dan tidaklah ditambah umur
kecuali dengan kebaikan."[HR. Imam Ahmad]
Ali al-Shabuniy, dalam kitab Shafwaat
al-Tafaasiir menyatakan,"Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah
swt, dan memperhatikan hukum-hukum Allah swt, maka Allah swt akan menjadikan bagi
dirinya setiap kesulitan kemudahan; setiap kesempitan kelapangan, dan Allah
akan memberi rejeki kepadanya dari arah yang tidak disangka dan
diketahuinya." [5]
3. Memperbanyak Istighfar Kepada Allah
Kiat praktis yang diajarkan oleh
Rasulullah saw agar seseorang mendapatkan kelapangan dan kemudahan hidup,
adalah memperbanyak membaca istighfar.
Dalam al-Musnad dituturkan sebuah riwayat, bahwasanya Ibnu 'Abbas
berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ
أَكْثَرَ مِنَ الْاِسْتِغْفَارِ جَعَلَ اللهُ لَـهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرْجًا
وَمِنْ كُلِّ ضَيـْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Rasulullah saw
bersabda," Barangsiapa memperbanyak istighfar,
maka Allah swt akan menjadikan setiap kesulitan kelapangan, dan setiap
kesempitan jalan keluar, dan Allah akan memberinya rejeki dari jalan yang tidak
pernah disangka-sangkanya."
Memohon ampun kepada Allah swt (istighfar)
tidak boleh dipahami hanya sekedar dengan membaca istighfar belaka. Lebih dari itu, istighfar adalah taubatnya
seorang hamba kepada Allah swt atas segala dosa-dosa yang diperbuatnya. Allah swt berfirman:
"Wahai
orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat
semurni-murninya (taubat nashuuha)"
[al-Tahriim:8]
Imam Qurthubiy berpendapat, ayat
di atas merupakan perintah Allah kepada hambaNya untuk melakukan taubat. Setiap
orang diwajibkan untuk bertaubat dosa-dosanya dalam setiap waktu dan kondisi.[6]
Al-Hasan mengatakan, "Nashuha
adalah membenci dosa-dosa yang sering dilakukannya, kemudian memohon ampunan
kepada Allah ketika ia sadar".
Al-Kalabiy berkata, "Taubatan
nashuha adalah penyesalan dalam hati, memohon ampun dengan lisan, menjauhkan dari dosa, dan dengan suka hati tidak akan
mengulangi lagi".
Jika seseorang berdosa karena
melanggar hak Allah, syarat taubatnya ada tiga; yakni menyesali dosanya, segera
meninggalkan dosanya, dan ber'azzam kuat (berniat kuat) untuk tidak mengulangi
perbuatan dosanya.
Bila seseorang berdosa karena
melanggar hak anak Adam, syarat taubatnya ada empat; yakni tiga syarat di atas,
ditambah dengan mengembalikan hak anak Adam yang dianiayanya. Jika seseorang memukul orang lain tanpa ada
alasan yang syar'iy, maka ia harus memenuhi tiga syarat taubat di atas dan
memohon maaf kepada orang yang dipukulnya.
Istighfar kepada Allah swt akan
mengembalikan seseorang ke dalam fithrah suci yang bisa menjadi sebab
dimudahkannya rejeki seseorang.
4. Sabar dan Memperbanyak Membaca La Haula wa laa Quwwata Illa
Billahi
Sabar dan memperbanyak bacaan la
haula wa laa quwwata illa billahi merupakan jalan keluar untuk keluar dari
kesulitan dan kesedihan. Diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdullah, bahwasanya anak
laki-laki 'Auf bin Malik al-Asyja'iy yang bernama Salim, telah ditawan oleh
orang-orang musyrik. Kemudian, ia
mendatangi Rasulullah saw dan mengadukan kesedihannya kepada Rasulullah, sambil
berkata, "Sesungguhnya, musuh telah menawan anaknya, dan ibunya menjadi
sangat sedih. Lantas, apa yang engkau
perintahkan kepadaku? Rasulullah saw
menjawab, " Bertaqwalah kepada Allah, bersabarlah, dan aku anjurkan
agar kamu dan isterimu memperbanyak bacaan "La Haulah wa Laa Quwwata Illa
bi al-Allah". Lalu, ia kembali ke
rumahnya dan berkata kepada isterinya,"Rasulullah saw telah memerintahkan
aku dan kamu untuk memperbanyak bacaan "La Haulah wa Laa Quwwata Illa bi
al-Allah". Isterinya menjawab,
"Baiklah." Keduanya segera
melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah saw. Akhirnya, anaknya berhasil meloloskan diri
dari musuh, dan menggiring ternak-ternak mereka. Kemudian, ia membawa ternak-ternak itu di
hadapan ayahnya. Jumlah ternak itu
adalah 4000 ekor kambing, dan Rasulullah saw memberikan ternak itu kepadanya.[7]
5. Beribadah Sepenuhnya Kepada Allah swt
Bila seseorang selalu berorientasi ibadah kepada Allah swt
dalam setiap amal perbuatannya, maka Allah memberikan pertolongan, dan rejeki
dari jalan yang tidak diduga-duga.
Al-Hasan meriwayatkan dari 'Imran bin al-Hushain, bahwasanya Rasulullah
saw bersabda:
مَـنْ انْقَطَعَ إِلَـى اللَّـهِ كَفَاهُ اللهُ كُلَّ مَؤُوْنَةٍ
وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْـتَسِبُ وَمَنْ انْقَطَعَ إِلـَى الدُّنْيَا
وَكَلَهُ اللهُ إِلَيْهَا
"Barangsiapa yang
beribadah sepenuhnya kepada Allah, maka Allah swt akan memberikan pertolongan
(ma'unah) dan rejeki dari jalan yang tidak pernah disangka-sangka. Namun, siapa saja berusaha sepenuhnya untuk
kehidupan dunia, maka Allah swt akan menyerahkan urusannya kepada dunia."
Al-Zujaj berkata, "Makna hadits ini adalah,
barangsiapa bertaqwa dan hanya mengambil (memilih) yang halal-halal saja, dan
bersabar atas keluarganya, maka Allah akan melepaskan kesulitannya, dan
memberikan rejeki dari jalan yang tidak pernah disangka-sangkanya."[8]
6. Tawakal Kepada Allah
Tawakal adalah menyerahkan diri dan
bersandar sepenuhnya kepada Allah swt. Akan tetapi, tawakal tidak identik dengan
tindakan pasif dan fatalis, dan terjauh dari kerja serius. Tawakal juga tidak identik dengan berserah
dirinya seseorang kepada Allah setelah ia melakukan usaha; atau berusaha
terlebih dahulu baru tawakal. Akan tetapi, tawakal adalah memenuhi seluruh
kaedah sebab akibat yang telah digariskan oleh Allah swt dan RasulNya, dan bersandar
kepada Allah swt sepenuhnya, sejak sebelum memulai pekerjaan, sedang, dan
hingga selesai melakukan usaha.[9]
Menurut Imam Al-Alusi, dalam
kitab Ruuh al-Ma'aaniy, tawakal adalah menampakkan kelemahan dan
kebergantungan kepada yang lain, dan mencukupkan diri hanya bersandar kepadanya
dalam melakukan usaha yang dibutuhkannya."[10] Bagi seorang muslim, Allah swt adalah
satu-satunya tempat bersandar dan berserah diri. Allah swt telah berfirman:
"Tuhan Timur dan Barat,
tiada Tuhan (Yang berhak disembah) kecuali Dia, maka jadikanlah dia
sebagai Tempat Sandaran."[al-Muzammil:9]
Tatkala menafsirkan ayat ini,
Imam Baidlawi berkata, "Tawakal merupakan akibat dari tauhid, atau
pengesaan kepada Allah swt. Bila Ia
diesakan dalam ketuhananNya, tentu saja pengesaan tersebut menuntut adanya
penyerahan total segala urusan kepadaNya."[11]
Jika seseorang ingin mendapatkan
nafkah, tentunya ia harus bekerja dan berusaha dengan serius. Ia harus menetapkan tujuan, target, cara dan
sarana-sarana untuk meraih tujuan dan target-targetnya. Dengan kata lain, tawakal harus
direfleksikan dengan cara memenuhi syarat-syarat yang bisa mengantarkan
tercapainya tujuan dan target amal, sebelum, ketika, maupun setelah selesai
melakukan usaha.
Tawakal kepada Allah merupakan
jalan untuk meraih rejeki Allah swt.
Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa sebab untuk mendapatkan rejeki
Allah swt adalah tawakal. Ketentuan
semacam ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw:
لَوْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَىاللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا
يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُوْ حِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا
"Jika kalian bertawakal
kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rejeki
kepada kalian, sebagaimana Allah telah memberi rejeki kepada burung yang
berangkat di pagi buta dengan perut kosong, dan kembali ke sarangnya dengan
perut kenyang."[HR. Bukhari]
Kata "larazaqakum"
adalah "jawab al-syarth", yakni jawaban atas syarat yang
dihubungkan dengan kata kerja syarat "tawakkaltum". Susunan kalimat semacam ini mengandung artinya;
jika kalian bertawakal pasti Allah akan memberikan rejeki kepada kalian.
7. Gemar Bersedekah dan Memudahkan Urusan Orang Lain
Salah
satu kiat agar seseorang dimudahkan rejekinya oleh Allah swt adalah suka
bersedekah dan menafkahkan hartanya di jalan Allah swt.
Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadits,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
بَيْنَا رَجُلٌ بِفَلَاةٍ مِنْ
الْأَرْضِ فَسَمِعَ صَوْتًا فِي سَحَابَةٍ اسْقِ حَدِيقَةَ فُلَانٍ فَتَنَحَّى
ذَلِكَ السَّحَابُ فَأَفْرَغَ مَاءَهُ فِي حَرَّةٍ فَإِذَا شَرْجَةٌ مِنْ تِلْكَ
الشِّرَاجِ قَدْ اسْتَوْعَبَتْ ذَلِكَ الْمَاءَ كُلَّهُ فَتَتَبَّعَ الْمَاءَ
فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِي حَدِيقَتِهِ يُحَوِّلُ الْمَاءَ بِمِسْحَاتِهِ فَقَالَ
لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا اسْمُكَ قَالَ فُلَانٌ لِلِاسْمِ الَّذِي سَمِعَ فِي
السَّحَابَةِ فَقَالَ لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ لِمَ تَسْأَلُنِي عَنْ اسْمِي
فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ صَوْتًا فِي السَّحَابِ الَّذِي هَذَا مَاؤُهُ يَقُولُ
اسْقِ حَدِيقَةَ فُلَانٍ لِاسْمِكَ فَمَا تَصْنَعُ فِيهَا قَالَ أَمَّا إِذْ
قُلْتَ هَذَا فَإِنِّي أَنْظُرُ إِلَى مَا يَخْرُجُ مِنْهَا فَأَتَصَدَّقُ
بِثُلُثِهِ وَآكُلُ أَنَا وَعِيَالِي ثُلُثًا وَأَرُدُّ فِيهَا ثُلُثَهُ
“Pada suatu saat, ada seseorang yang sedang
berjalan di padang
sahara. Tiba-tiba saja ia mendengar
suara di dalam awan,”Siramlah kebun si Fulan.”
Awan itu segera menuju ke suatu tempat yang banyak batunya dan
menuangkan airnya. Pada tempat yang
banyak batunya itu ada sebuah parit yang penuh dengan air, dan parit itu
mengalirkan air. Di tempat itu ada
seorang laki-laki sedang membagi-bagi air itu dengan alat pengukur tanah. Orang itu lantas bertanya kepada laki-laki
tersebut, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?”
Laki-laki itu menjawab, “Fulan” (nama yang sama dengan nama yang didengarnya
dari dalam awan tadi). Lalu, laki-laki
itu bertanya, “Mengapa kamu menanyakan namaku?”
Ia menjawab, “Sesungguhnya saya mendengar suara dalam awan yang
menuangkan air ini berkata, “Siramlah kebun si
Fulan yang persis dengan namamu.
Apakah yang telah kamu perbuat?”
Laki-laki itu menjawab, “Karena kamu bertanya seperti itu, maka
sesungguhnya saya selalu memperhatikan apa yang dikeluarkan oleh kebun ini,
dimana sepertiga dari hasil kebun ini saya sedekahkan, sepertiga saya makan
dengan keluargaku, dan sepertiga lagi saya persiapkan untuk bibit.”[HR.
Muslim]
Hadits
ini menjelaskan betapa sedekah akan memudahkan seseorang mendapatkan rejeki
Allah swt. Di dalam riwayat lain juga
dituturkan, bahwa harta yang disedekahkan akan diganti oleh Allah swt, dan
harta itu tidak akan berkurang karena sedekah.
Dari Abu Hurairah ra, dinyatakan bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
قَالَ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Allah swt berfirman,”Nafkahkanlah harta
kekayaanmu, niscaya kamu akan diberi gantinya.”[HR. Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Kabasyah ‘Umar bin Sa’d al-Anmariy, bahwasanya ia pernah
mendengar Rasulullah saw bersabda:
ثَلَاثَةٌ أُقْسِمُ
عَلَيْهِنَّ وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ قَالَ مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ
مِنْ صَدَقَةٍ وَلَا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسْأَلَةٍ إِلَّا فَتَحَ اللَّهُ
عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ
”Ada tiga hal yang aku bersumpah kepadanya dan
aku akan menyampaikan suatu berita kepadamu, maka perhatikan benar-benar. Tiadalah akan berkurang harta seseorang
karena shadaqah….dan tiadalah seseorang membuka pintu meminta-minta melainkan
Allah akan membukakan kepadanya pintu kemiskinan.”[HR. Tirmidziy]
Riwayat-riwayat
di atas juga diperkuat oleh sebuah hadits yang dituturkan oleh Imam Abu Dawud
Sebaliknya, jika seseorang enggan
bersedekah dan menyembunyikan harta bendanya, maka Allah akan menutup pintu
rejekinya. Dalam sebuah riwayat
dituturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Asma’ binti Abu Bakar:
لَا تُوكِي
فَيُوكَى اللَّهُ عَلَيْكِ, أَنْفِقِي وَلَا تُحْصِي فَيُحْصِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ
وَلَا تُوعِي فَيُوعِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ
“Janganlah kamu menutup-nutupi apa yang kamu
miliki, niscaya Allah akan menutupi rizkimu.”
Dalam riwayat lain dinyatakan, “Nafkahkanlah hartamu serta jangan kamu
menghitung-hitungnya, maka Allah swt akan menghitung-hitungnya untukmu; dan
janganlah kamu menakar-nakarnya, niscaya Allah Alah menakar-nakarnya untuk kamu.”[HR.
Bukhari dan Muslim]
Selain sedekah, memudahkan urusan
orang baik dengan cara memberi bantuan
apapun bentuknya, termasuk cara untuk mempermudah datangnya rejeki dari Allah
swt. Dalam banyak riwayat,
Rasulullah saw telah mendorong kaum muslim untuk peduli dan saling tolong
menolong sesama muslim. Dari Ibnu ‘Umar
ra dikisahkan, bahwa Rasulullah saw bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muslim dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara, oleh
karena itu, ia tidak boleh menganiaya dan mendiamkannya. Barangsiapa yang memperhatikan kepentingan
saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kepentingannya. Barangsiapa melapangkan satu kesulitan
sesama muslim, maka Allah akan melapangkan satu dari beberapa kesulitannya
nanti pada hari kiamat. Barangsiapa
menyembunyikan rahasia seorang muslim, maka Allah menyembunyikan rahasianya
nanti pada hari kiamat.”[HR. Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat lain dituturkan,
bahwa Rasulullah saw bersabda:
وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ
أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ
بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ
اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ
عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ
وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ
يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ
حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَاه نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا
أَبُو أُسَامَةَ قَالَا حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ
أَبِي صَالِحٍ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ صَخَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ غَيْرَ أَنَّ حَدِيثَ أَبِي أُسَامَةَ لَيْسَ
فِيهِ ذِكْرُ التَّيْسِيرِ عَلَى الْمُعْسِرِ
“Barangsiapa memudahkan orang yang sedang
berada dalam kesusahan, maka Allah akan memudahkannya baik di dunia maupun di
akherat. Barangsiapa yang menutupi aib
seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia maupun di akherat.
Allah swt selalu memberi pertolongan kepada hambaNya, selama hamba itu
senantiasa memberikan pertolongan kepada saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut
ilmu, maka Allah swt akan memudahkannya jalan menuju surga. Bagi orang yang berkumpul di salah satu
diantara rumah-rumah Allah swt dengan membaca Kitabullah dan mendalaminya, maka
akan turun kepada mereka suatu ketenangan dan mereka senantiasa diliputi rahmat
serta para malaikat senantiasa memohonkan ampun buat mereka, bahkan Allah swt
menyebut-nyebut mereka kepada siapa saja yang berada di sisiNya. Barangsiapa lambat amal perbuatannya, maka ia
tidak akan cepat dapat meraih derajat.”[HR. Muslim]
Inilah beberapa
tips yang diajarkan Rasulullah sawt agar seseorang bisa keluar dari kesulitan
hidup. Akan tetapi, tips di atas harus
dibarengi dengan usaha dan kerja yang serius.
Sebab, Allah swt juga memerintah kaum muslim untuk bekerja dan berusaha
semaksimal mungkin, dan selalu memperhatikan prinsip tawakal dan halal dan haram.
[1] Imam al-Hafidz
al-Mubarakfuriy, Tuhfat al-Ahwadziy bi Syarh Jaami' al-Turmidziy, hadits. No. 2248
[6] Lihat Imam
Abu 'Abd al-Allah Mohammad bin Ahmad al-Anshoriy al-Qurthubiy Al-Jaami' li-ahkam al-Quran ,juz 18,
hal. 129. Daar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut ,
Libanon. Bandingkan pula dengan penafsiran 'Umar
ra tentang taubatan nashuha, 'Abd al-Allah, dan Mujahid, al-Dlohak( menafsirkan taubatan nashuha dengan
meninggalkan dosa dan tidak pernah mengulangi lagi), Qatadah (mengartikan dengan sebaik-baik nasehat), begitu pula Ibnu Zaid. Lihat tafsir Thabariy, hal. 159.
[9] Dr. Mohammad Ali Hasan, Mafaahiim
Yajiib Tashhiihuha fi al-Tawakkul wa al-Rizq wa al-Ajal, bab al-Tawakkul.
Posting Komentar