Headlines News :
Home » » KABUPATEN LINGGA

KABUPATEN LINGGA

Written By catatan kesederhanaan on Senin, 31 Maret 2014 | 10.14

KABUPATEN LINGGA

Pada Zaman dahulu asal usul sebuah kerajaan Melayu di Lingga yang berpusat di Kota Daik sebagai Negara Kesultanan Johor-Pahang-Riau-Lingga. Sultan Mahmud Syah II (1685 – 1699) adalah Sultan Johor-Riau-Lingga-Pahang atau kemaharajaan melayu yang ke-10. Ia adalah keturunan sultan-sultan Malaka, sultan ini tidak mempunyai keturunan, untuk penggantinya dicarilah dari keturunan Datuk Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil yang diberi gelar Sultan Mahmud Syah III. Pada masa ini sultan Mahmud Syah III masih sangat muda jadi yang menjalankan pemerintahan ialah yang dipertuan muda Daeng Kamboja yang dipertuan Muda III, jadi ialah yang paling berkuasa di kemaharajaan di Melayu Lingga.  Yang menjadi Datok Bendahara pada saat itu adalah Tun Hasan, semasa ini pula hubungan pemerintahan dengan Belanda masih  lancar. Sedangkan di Riau berdatangan pedagang-pedagang dari  India. Sedangkan pedagang cina pada saat itu masih menetap di Kepulauan Nusantara dan pada saaat ini juga yang mendampingi yang dipertuan muda melaksanakan tugasnya untuk diwilayah Riau Engku Kelana Raja Haji.
Setelah yang dipertuan muda III Daeng Kamboja wafat tahun 1777 yang menggantikannya adalah Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji. Raja Haji ini memerintah dari tahun  1777 – 1784. Sewaktu berada di bawah pemerintahannya  pecah perang antara kemaharajaan melayu dengan kompeni Belanda di Melaka.  Setelah Raja Haji wafat lahirlah sebuah perjanjian antara kemaharajaan  melayu dengan pihak kompeni Belanda. Perjanjian ini dikenal TRACTAAT AL TOOSE DURENDE GETROO WE VRIENDE  BOND GENO OT SCHAP yang ditandatangani tanggal 10 Nopember 1784.
Setelah di tinggalkan Raja Haji yang menjadi Di Pertuan Muda Riau, berikutnya adalah Raja Ali (Anak dari Daeng Kamboja). Masa jabatan dari tahun 1785-1806 ia sebagai yang dipertuan muda ke-V   ia lebih banyak berada di luar wilayah kerajaan sebab kekuasaan pada saat itu lebih banyak berada di Belanda. Lama kelamaan ia mengadakan perlawanan dan akhirnya sejak tahun 1785 menetaplah ia di Suka Dana (Kalimantan). Tahun ini juga kompeni Belanda mengangkat Recident Belanda pertama di Tanjungpinang dengan nama DAVID RUNDE pada tanggal 17 Juni 1785.
Pada tahun 1787 Sultan Mahmud Syah III memindahkan pusat kerajaannya ke Daik Lingga, ini diakibtakan  adanya tekanan dari Kompeni Belanda. Walaupun pusat kerajaan berada di Pulau Lingga, wilayah masih meliputi Johor-Pahang dimana daerah tersebut Sultan masih diwakili oleh Datuk Temenggung  untuk bagian Johor dan Singapura sedangkan Datuk Bendahara untuk daerah Pahang. Untuk tahun 1795 terjadi perkembangan politik baru di negeri Belanda, dimana kompeni Belanda harus menyerahkan beberapa daerah yang didudukinya ke Inggris.  Masa ini disebut juga sebagai masa INTEREGNUM Inggris di Riau.
Tahun 1802 yang dipertuan muda V berada dipengungsian kembali di Lingga pada masa intregnum Inggris ini berlangsung Raja Ali wafat 1795-1816 di pulau Bayan. Tahun 1806 diangkat pula Raja Jakfar menjabat kedudukan sebagai yang dipertuan Muda Riau pada tahun 1806-1813. Raja Jakfar membuat tempat pemerintahannya di kota Rentang di Pulau Penyengat. Pada tahun 1811 Sultan Mahmud III memerintahkan anaknya Tengku Husein (Tengku Long pergi ke Pahang dan menikah disana dengan puteri Tun Khoris atau adik bendahara yang bernama Tun Ali.  Semasa Tun Husin (Tengku long ) berada dipahang ayahandanya Sultan Mahmut Syah wafat di Daik Lingga tanggal 12 Januari 1812.
Setelah Sultan Mahmut syah III meninggal dicarilah calon pengantinya.  Akhirnya yang dilantik sebagai sultan pengganti yaitu Tengku Abdul Rahman yang disetujui oleh pembesar kerajaan dan dari pihak Belanda. Ini dikuatkan oleh peraturan kerajaan Lingga Riau yang berbunyi Sultan baru harus dilantik sebelum jenazah Sultan yang wafat di kebumikan.
Setelah Tengku Abdul Rahman dilantik tahun 1812 Sultan Abdul Rahman Syah menetap di Lingga. Mulailah Lingga masa itu bertambah ramai karena telah ada tambang timah disingkep. Sedangkan Raja Ja’far menetap di Penyengat ia telah menempatkan orang-orang kepercayaannya di Daik Lingga untuk mendampingi Sultan yaitu Engku Syaid Muhammad Zain Al Qudsi. Suliwatang Ibrahim, sahbandar Muhammad Encik Abdul Manan dan bagian pertahanan dan keamanan adalah Encik Kalok. Tengku Husin tinggal di Lingga, beliau menetap di penyengat.
Pada tangal 19 Agustus 1818 Wiliam Farquhan Residen Inggris dari Malaka datang ke Daik untuk bertemu dengan Sultan Abdul Rahman Muazam Syah dan memberitahukan bahwa wilayah kerajaan Lingga Riau mungkin akan diambil Belanda. Sultan Abdul Rahman Muazam Syah menjawab berita yang disampaikan Fanquhan itu, bahwa beliau tidak mempunyai wewenang untuk mengurus urusan kerajaan, hanya ia menganjurkan Fanquhan dapat menghubungi Raja Ja’far.
Sultan Mahmud Riayat Syah III pada zaman beliau memegang tampuk pemerintahan, beliau membangun istana Robat/istana kota baru dan beliau juga membangun penjara/Gail. Sedangkan Almarhum Raja Muhammad Yusuf sangat alim beliau ini adalah penganut Nak Sabandiah. Beliau adalah yang dipertuan muda ke X yang dilantik tahun 1859 oleh Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah III. Pada zaman ini di Daik sangat berkembang dibidang agama maupun bidang ekonomi, sehingga Daik Lingga pada waktu itu menjadi pusat perdagangan dan pengetahuan. Banyak pedagang yang datang seperti cina, bugis, keling, siak, Pahang dll. Belanda sudah semakin khawatir kalau Lingga menyusun kekuatan untuk menentangnya, oleh karena itu, Belanda menempatkan asisten Residen di Tajung Buton Daik. Pada tanggal 17 September 1833 beliau mangkat dan dimakamkan di bukit Cengkeh. Sedangkan yang dipertuan muda Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi beristrikan Tengku Embung Fatimah Binti Sultan Mahmud Muzafarsyah yang merupakan Sultanah di Lingga. Beliau menggalakan kerajinan rakyat Lingga untuk dipasarkan keluar kerajaan Lingga. Pada zaman mereka membuka jalan Jagoh ke Dabo membuat kapal-kapal, diantara nama kapal-kapal tersebut Kapal Sri Lanjut, Gempita, Betara Bayu, Lelarum dan Sri Daik, guna untuk memperlancar perekonomian rakyat serta pada zaman beliau juga istana Damnah di bangun. Sekolah sd 001 Lingga tahun 1875 dengan guru pertama kami Sulaiman tamatan sekolah Raja di Padang. Guru ini tidak mau bekerja sama dengan Belanda, walaupun beliau diangkat oleh Belanda.
Pada zaman ini Lingga mencapai zaman keemasan, sedangkan Almarhum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II adalah anak dari Sultan Abdul Rahman Syah. Beliau diangkat menjadi Sultan tidak disetujui oleh Indra Giri Reteh selama 25 hari dan terkenalah dengan nama pemberontakan Mauhasan. Namun Reteh tunduk kembali dengan Lingga. Sultan ini sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya antara lain :
  • Mengajukan dan menukarkan sawah padi dengan sagu (Rumbia) yang di datangkan dari Borneo Serawak dan membuka industri sagu tahun 1890.
  • Membuka penambangan timah di Singkep dan Kolong-kolong Sultan dengan Mandor yang terkenal npada zaman itu La Abok dan kulinya orang-orang Cina Kek yang menurut ceritanya nama inilah nama Dabo Singkep.
Baginda mangkat pada tanggal 28 Fenruari 1814 dan dimakamkan di Bukit Cengkeh dengan gelar Marhum Keraton yang didalam kubah. Setelah itu Sultan Muhammad Muazam Syah (1832-1841) Sultan ini sangat gemar dengan seni ukir/Arsitektur, beliau mengambil tukang dari Semarang untuk membangun istana yang disebut Keraton atau Kedaton.
Pada zaman ini seni ukir, tenun, kerajinan, Mas dan perak sudah ada. Pusat kerajinan tenun di Kampung Mentuk, kerajinan Tembaga di kampong Tembaga. Pada zaman beliau juga Bilik 44 dibangun, namun belum sempat di bangun, namun belum sempat siap bertepatan beliau mankat dan pengantinya tidak melanjutkan pembangunan gedung tersebut.
Sultan Abdul Rahman Syah 1812-1832 adalah putra Sultan Mahmud Riayat Syah III beliau terkenal sangat alim dan giat menyebarkan agama islam serta mengemari pakaian Arab. Pada masa pemerintahan beliau, saudaranya Tengku Husin dengan bantuan Inggris dilantik menjadi raja dengan gelar Sultan Husin Syah. Maka pecahlah kerajaan besar Melayu atau emporium Melayu Johor-Riau-Lingga menjadi 2 bagian. Istana Sultan Abdul Rahman Syah terletak di Kampung Pangkalan Kenanga sebelah kanan  mudik sungai Daik.
Beliau mangkat malam senin 12 Rabiul awal 1243 Hijriahn (19 Agustus 1832) di Daik, dimakamkan di Bukit Cengkeh bergelar Marhum Bukit Cengkeh. Pada zaman beliau, Mesjid Jamik didirikan atau Mesjid Sultan Lingga, benteng-benteng pertahanan di Mepar, Bukit Cening, Kota Parit (Dibelakang Kantor Bupati Lama) serta Benteng Kuala Daik, Meriam pecah Piring dan Padam Pelita terdapat di mes Pemkab Lingga. Pada zaman beliau memerintah, beliau sering berperang melawan penjajahan Belanda bersama dengan Yang Dipertuan Muda Riau diantarnya Raja Haji Fisabilillah atau bergelar Marhum Ketapang. Beliau mangkat 18 Zulhijah 1226 Hijriah (12 Januari 1912) di Daik di belakang Mesjid dengan Bergelar Marhum Masjid.
Sultan Mahmud Riayat Syah adalah Sultan yang pertama kali di Daik Lingga. Beliau adalah Sultan Johor-Pahang-Riau-Lingga XVI yang memindahkan pusat kerajaan Melayu ke Bintan Hulu Riau ke Daik tahun 1787, dengan istrinya Raja Hamidah (Engku Putri) yang merupakan pemegang Regelia kerajaan Melayu-Riau-Lingga. Pulau penyengat Indra Sakti adalah mas kawinnya dan pulau penyegat tersebut menjadi tempat kedudukan Raja Muda bergelar Yang Dipertuan Muda Lingga yaitu dari darah keturunan Raja Melayu dan Bugis. Pada hari senin pukul 07.20 Wib tahun 1899 beliau mangkat dan dimakamkan di Makam Merah dengan Bergelar Marhum Damnah.
 1. ADAT ISTIADAT
Adat istiadat di Lingga masih sangat kental dan masih sering dilaksanakan, diantaranya :
  • Adat perkawinan
  • Adat mendirikan rumah
 2. KESENIAN DAERAH
Kesenian di Lingga banyak sekali, dan juga telah dikembangkan dalam beberapa garapan sebuah tarian dan nyanyian serta dalam bentuk sandiwara, diantaranya :
  •  Zapin
  • Tari Inai
  • Silat Pengantin
  • Joget
  • Bangsawan/tonel
  • Hadrah
  • Gazal
  • Berhikayat
  • dll
 3. TRADISI DAERAH
Di Lingga mempunyai beragam tradisi daerah diantaranya :
  • Basuh lantai
  • Ratif saman
  • Mandi safar
  • Haul Jama’
  • Dll.

Visi dan Misi yang diemban Kabupaten Lingga adalah sebagai berikut;
Visi Kabupaten Lingga:
Terwujudnya Kabupaten Lingga sebagai Bunda Tanah Melayu yang Agamis, Berbudaya, Demokratis dan Mampu Bersaing untuk Menuju Masyarakat Sejahtera.

Misi Kabupaten Lingga:
Misi merupakan pernyataan tentang tujuan operasional organisasi (pemerintah) yang diwujudkan dalam produk dan pelayanan, sehingga dapat mengikuti irama perubahan zaman bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada masa mendatang. Sebagai penjabaran dari visi yang telah ditetapkan di atas, pernyataan misi mencerminkan tentang segala sesuatu yang akan dilaksanakan untuk pencapaian visi tersebut. Dengan adanya pernyataan misi organisasi, maka akan dapat dijelaskan mengapa organisasi eksis dan apa maknanya pada masa yang akan datang.
Adapun Misi Kabupaten Lingga adalah sebagai berikut:
  1. Menjadikan Kabupaten Lingga sebagai rujukan budaya melayu,
  2. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME,
  3. Melestarikan nilai-nilai luhur dan mengembangkan khazanah budaya melayu,
  4. Meningkatkan kesadaran hukum dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang demokratis,
  5. Meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas,
  6. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan
  7. Meningkatkan jumlah dan mutu sarana prasarana infrastruktur.


PENGERTIAN LAMBANG DAERAH KABUPATEN LINGGA
  1. Bentuk Perisai Bujur Telur Bersegi Dua Berwarna Kuning Berbingkai Hijau Berelief Lingkaran Rantai Berwarna Emas
    • Melambangkan persatuan masyarakat Kabupaten Lingga dalam membangun daerah Kabupaten Lingga.
  2. Bintang Berwarna Merah
    • Melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Bersendikan iman dan takwa memberikan “Nur” (cahaya) Petunjuk yang menerangkan jalan menuju pembangunan daerah Kabupaten Lingga.
  3. Latar Belakang Gunung Daik Bercabang Tiga
    • Melambangkan kemegahan, sebagai benteng yang kokoh, perkasa berdiri dengan tiga cabang mempertahankan daerah ini dari kepunahan hutan yang kehijawan yang memberikan kesejukan, kenyamanan sebagai negeri yang subur dan agraris.
  4. Payung Kebesaran Berwarna Kuning
    • Melambangkan kewibawaan pemerintah, pengayom, melindungi masyarakat dari terisolir, pendidikan, agama, sosial dan ekonomi untuk bangkit bersama membangun Kabupaten Lingga Berbudaya.
  5. Padi dan Kapas
    • Melambangkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lingga dalam memenuhi sandang dan pangan serta berbudi daya dan berhasil guna untuk mencapai kemakmuran.
  6. Dua Bilah Keris Berlekuk, Berwarna Coklat Muda, Bersilang Dua, Berhulu Kepala Burung Serindit
    • Melambangkan kewibawaan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintah dengan tertib, jujur, bekerja keras untuk membangun Daerah Kabupaten Lingga dengan aman dan damai.
  7. Tepak dan Daun Sirih
    • Melambangkan kebudayaan masyarakat Lingga menjalin silaturahmi yang dianjurkan ilahi agar menjadi persahabatan dan persaudaraan.
  8. Gelombang Laut Berwarna Putih 7 (Tujuh) Baris
    • Melambangkan semangat kebersamaan, kerja keras, tulus ikhlas membangun Kabupaten Lingga sebagai daerah maritim.
  9. Lingkaran Rantai Berwarna Kuning Emas
    • Melambangkan satu dari kesatuan wilayah untuk mencapai keutuhan masyarakat Kabupaten Lingga untuk bersama membangun Kabupaten Lingga kedepan.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Candra Hernawan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger