ORIENTASI BEKERJA
Bekerja Dengan Orientasi Akherat
Tatkala mencari rejeki Allah, seorang muslim harus selalu
berorientasi kepada kehidupan akherat.
Dengan kata lain, orientasi dirinya dalam bekerja dan berusaha tidak semata-mata
untuk memperoleh kesenangan hidup di dunia, akan tetapi sebagai persiapan untuk
membangun kehidupan akheratnya. Sebab,
ia menyadari sepenuhnya, bahwa bekerja merupakan ibadah dan sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Seorang muslim harus memahami,
tatkala ia selalu berorientasi kepada kehidupan akherat, maka Allah swt telah
menjamin rejekinya. Lebih dari itu,
Allah juga berjanji memudahkan urusan dan rejekinya. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya
Allah swt berfirman kepada malaikat yang diserahi urusan rejeki bani Adam:
"Hamba manapun yang
kalian dapati cita-citanya hanya satu, yaitu semata-mata untuk kehidupan
akherat, jaminlah rejekinya di langit dan di bumi; dan hamba manapun yang
kalian dapati mencari rejekinya dengan jujur karena berhati-hati dalam mencari
keadilan, berilah ia rejeki yang baik dan mudahkanlah baginya; dan jika ia
telah melampaui batas kepada selain itu, birakanlah dia sendiri mengusahakan
apa yang dikehendaknyua. Kemudian dia
tidak akan mencapai lebih dari apa yang Aku tetapkan untuknya."[HR.
Abu Na'im dari Abu Hurairah ra]
Hadits ini merupakan janji Allah
kepada orang-orang yang selalu berorientasi akherat dalam setiap
perbuatannya. Allah akan memberikan
rejeki dan memudahkan urusan mereka.
Pengertian hadits ini sejalan dengan firman Allah swt:
"Barangsiapa bertahwa
kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya, dan memberikan
rejeki dari sumber yang tiada disangka-sangka; dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan segala
urusan, dan benar-benar Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu." [al-Thalaq:2-3]
Sebaliknya, jika seseorang
ingkar dan maksiyat kepada Allah, maka Allah swt akan menyulitkan
rejekinya. Allah swt berfirman:
"Dan apa saja musibah
yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."[al-Syura:30]
Di dalam sebuah riwayat,
Rasulullah saw telah bersabda:
إِنَّ الرَّجُـلَ لَيُحْرَمُ
الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِـيْبُهُ
"Sungguh seorang hamba
itu benar-benar diharamkan mendapatkan rejeki, disebabkan dosa yang ia
lakukan."[HR. Ahmad]
Perbuatan Yang Berorientasi Akherat
Perbuatan yang berorientasi
akherat harus memenuhi dua prasyarat; yakni ikhlash dan benar.
Ikhlash. Yang dimaksud
ikhlash adalah menjadikan Allah swt sebagai tujuan dan segala tujuan. Ia tidak meniatkan perbuatannya kepada selain
Allah swt. Dengan kata lain, ikhlash
adalah semata-mata mencari ridla Allah swt.
Allah swt berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
"Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus". [al-Bayyinah:5]
Di dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِنَّمَاالْاَعْـمَالُ بِالنِّـيَاتِ
“Sesunggguhnya
amal itu tergantung dengan niatnya.”[HR. Muttafaq ‘Alaih].
Benar. Prasyarat berikutnya adalah benar. Imam Fudlail bin ‘Iyyadl menyatakan
bahwa yang dimaksud benar di sini adalah berbuat sesuai dengan al-Quran dan
Sunnah. Ketentuan ini didasarkan pada
firman Allah swt:
وَمَا
ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah”.[al-Hasyr:7]
Perbuatan seorang muslim tidak
akan diterima oleh Allah swt, bila tidak memenuhi dua prasyarat di atas. Kedua-duanya harus ada tatkala seseorang
mengerjakan perbuatan apapun. Meskipun
seorang muslim ikhlash dalam beramal, akan tetapi amalnya tersebut tidak sesuai
dengan hukum-hukum Islam, maka amal tersebut tertolak. Sebaliknya, meskipun amal perbuatannya sesuai
dengan al-Quran dan Sunnah, namun tidak dilandasi dengan keikhlasan kepada
Allah, maka perbuatannya juga tertolak.
Seorang muslim mesti memahami,
bahwa Islam telah menetapkan aturan-aturan maupun adab-adab bekerja. Ia harus mengetahui terlebih dahulu hukum-hukum
dan adab-adab tersebut, agar perbuatannya terkategori amal shalih. Jika ia bekerja, sementara ia tidak
mengetahui status hukum pekerjaannya,
halal atau haram, maka ia telah berbuat dosa kepada Allah swt. Sebab,
apa yang ia kerjakan itu tidak didasarkan pada ketentuan Allah swt, akan tetapi
didasarkan pada ketidaktahuannya (hawa nafsunya). Padahal, Allah swt melarang kaum muslim
berbuat berdasarkan hawa nafsunya. Allah
swt berfirman:
"dan hendaklah kamu
memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka."[Al-Maidah:49]
Dari sini kita bisa menilai,
apakah usaha atau kerja seseorang itu berorientasi akherat atau tidak. Jika seseorang memilih untuk berprofesi halal
dan baik, dan selalu memperhatikan prinsip halal dan haram, sesungguhnya, ia
telah bekerja dan berusaha dengan orientasi akherat. Sebaliknya, meskipun orang mengaku dan menggembar-gemborkan
bekerja dengan orientasi akherat, sementara itu ia tidak pernah memperhatikan
prinsip halal dan haram dalam berusaha dan bekerja, sesungguhnya perkataannya
tak ubahnya dengan kedustaan dan penipuan. Sebab, ia berusaha dan bekerja
dengan mengesampingkan syariat Allah swt.
Ia rela bekerja dan mengais rejeki pada profesi-profesi yang diharamkan
dan dilaknat Allah swt. Lantas,
bagaimana ia bisa dikatakan bekerja dengan orientasi akherat, jika pada saat
yang sama ia mengabaikan aturan-aturan Allah swt, bahkan menghalalkan segala
cara untuk mendapatkan keuntungan dan harta?
Posting Komentar