Catatan Kesederhanaan - Dalam Tempo.co memberitakan insiden sepasang muda mudi yang menjalani hukuman cambuk disaksikan sekitar 300 warga Banda Aceh, pada 28 Desember 2015 kemarin. Si laki laki berinisial WS (23 tahun) dan perempuan bernama N (20 tahun), didakwa melanggar Qanun Nomor 14 Tahun 2003. Pemuda-pemudi yang masih berstatus mahasiswa itu didakwa melakukan khalwat (berduaan di tempat sepi). Keduanya dihukum cambuk sebanyak enam kali. Setelah menerima pukulan cambuk dengan rotan, N pingsan dan terpaksa dibopong oleh petugas ke luar panggung.
Uniknya media-media asing sontak memberitakannya lengkap dengan bumbu anti Islamnya. Seperti Daily Mail memberitakannya dengan judul “Screaming in agony, a young woman caned in front of a cheering crowd just for being near a fellow student” (Berteriak kesakitan, seorang gadis dicambuk di depan kerumunan hanya karena berdekatan dengan seorang teman mahasiswanya). Nada yang sama juhga ditunjukkan oleh media-media lainnya seperti Mirror.co.uk dan Epoch Times.
Ini bukan yang pertama kalinya, tapi sudah menjadi modus. Isu Aceh dan perda syariatnya memang selalu seksi, apalagi jika menyangkut isu perempuan. Entah kenapa setiap ada isu miring soal penerapan perda syariah di Aceh, kalangan media liberal dalam negeri dan luar negeri berkolaborasi dengan kelompok feminis begitu terobsesi dan bernafsu mempublikasikannya lengkap dengan bumbu sudut pandang anti Islamnya.
Jika kita cermati, propaganda lebay dan over exposed Barat terhadap perda Syariat di Aceh, baik yang dilakukan oleh elemen medianya ataupun institusi politiknya – sebenarnya mencerminkan bentuk paranoid mereka terhadap Syariat Islam dan kebangkitan umat Islam. Jelas sekali, mereka menderita Syariah Phobia. Mereka terus berusaha untuk mengecam dan mencari-cari kesalahan pihak-pihak yang masih berpegang terhadap kemuliaan Syariat Islam dan yang tidak setuju dengan nilai-nilai cacat sekuler liberal.
Selain Syariah Phobia, media-media asing ini rupanya juga menderita rabun kronis yang membutakan mereka terhadap kanker yang ada dalam masyarakatnya sendiri. Pernahkah mereka berkaca betapa jahatnya kebijakan pemerintah Inggris, Perancis, dan negeri Barat lainnya pada wanita Muslimah yang minoritas? Tahun lalu sebuah survei Inggris telah mengungkap bahwa serangan terhadap umat Islam di Inggris meningkat tajam, dengan rata-rata dua kejahatan Islamofobia dilaporkan setiap hari. Selain itu, data menunjukkan bahwa 54 persen dari korban Islamophobia adalah perempuan, karena mereka mengenakan busana muslimah.
Ini hanya sekelumit data yang menunjukkan negeri-negeri Barat justru importer utama kekerasan terhadap perempuan di negeri muslim – biang keladi terciptanya masyarakat liberal yang tidak aman bagi perempuan. 10 Besar negara di dunia dengan angka kekerasan seksual tertinggi terhadap perempuan dirajai oleh negara-negara Amerika Utara dan Eropa.
Ibarat pepatah kuman di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk mata tidak terlihat, Barat perlu berkaca dahulu sebelum menunjuk muka umat Islam di Aceh.[]
Posting Komentar