Catatan Kesederhanaan - Politik kecaman masih hidup dan berakar dalam politik dan media Australia. (Oleh: Utsman Badar)
Berkaitan dengan penembakan yang terjadi di Parramatta, lagu lama telah dimainkan lagi, dengan menginterogasi kaum muslim dan menuntut agar mereka setuju dengan narasi yang dikeluarkan pemerintah tentang “terorisme” dan “radikalisasi”. Masalah kekerasan, yang mereka harus terima, adalah “ekstremisme” dalam komunitas mereka sendiri.
Namun, narasi yang melelahkan ini, hanya mengalihkan perhatian dan tanggung jawab dari para penjahat sebenarnya.
Anthony Klan berpendapat bahwa sebagian muslim berusaha untuk memanfaatkan penembakan di Parramatta, dengan menuduh mereka melakukan kejahatan karena “gagal untuk mengutuk” peristiwa itu. Dengan menggunakan Hizbut Tahrir untuk menuntut kasus ini, dia mengulang-ulang hal yang sama dengan menuduh muslim merupakan ancaman eksistensial bagi semua orang yang cocok dan layak – sebagai hantu muslim.
Berbagai kepalsuan-kepalsuan tentang Hizbut Tahrir yang disebutkan oleh Klan hampir tidak layak mendapat tanggapan. Memang, mereka berada di luar masalah ini. Hizbut Tahrir, dalam hal ini, merupakan hantu muslim. Semua orang dalam komunitas muslim mendapat gilirannya untuk menjadi hantu dalam wacana yang rusak saat berbicara tentang muslim, bukan bagi mereka.
Ketika muslim dan Islam disebutkan, hal itu tidak untuk memperkenalkan suatu keseimbangan atau nuansa. Tapi untuk menyeret mereka ke dalam percakapan agar bisa memperkuat narasi yang telah ada, bahkan jika kenyataannya adalah benar-benar yang sebaliknya. Ini adalah kasus yang dialami oleh Hizbut Tahrir dan setiap organisasi komunitas muslim lainnya.
Sebagian memainkan peran muslim yang baik, sementara yang lainnya muslim yang buruk, tapi senantiasa peran mereka adalah tetap dalam suatu aturan dan untuk memperkuat alasan-alasan sehingga intervensi ke dalam komunitas mereka bisa dibenarkan.
Ketika koordinasi ini dilanggar dan alasan-alasanya ditentang – sebagaimana yang dilakukan Wassim Doureihi dalam wawancara dengan ABC Lateline dengan Emma Alberici tahun lalu – hal itu dilakukan dari mereka yang menjaga status quo.
Mari kita memperjelas tentang politik ketidak jujuran yang penuh dengan kutukan. Masalahnya bukanlah muslimyang gagal untuk mengutuk. Ini adalah tuntutan agar umat Islam mengutuk tindakan dimana mereka tidak bertanggung jawab secara langsung atau bersalah terhadap suatu peristiwa.
Memang, tuntutan bagi para pemimpin dan kelompok-kelompok muslim untuk mengutuk hanyalah untuk mengumpulkan gagasan bahwa masalahnya berkaitan dengan Islam dan muslim sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Sebaliknya, penyebab utama kekerasan terhadap kepentingan Barat adalah kebijakan luar negeri Barat. Semua orang tahu akan hal ini. Namun, kebijakan luar negeri tidak tampil dalam sikap alami kontra-terorisme Australia atau Barat, yang jelas merupakan bukti terkuat. Jika terjadi pelaksanaan kebijakan luar negeri yang tidak adil Australia yang harus dihentikan, narasi pemerintah malah menyalahkan Islam dan muslim, dan membenarkan intervensi berbahaya dalam komunitas muslim.
Serangan bersenjata terhadap warga sipil atau polisi bukan hal yang tidak biasa di Australia. Respon yang biasa diberikan bagi mereka adalah dengan diperlakukan sebagai kasus kriminal – kecuali pelakunya adalah seorang muslim. Dalam kasus seperti itu, hal ini menjadi masalah bagi otoritas politik dan keamanan tertinggi. Perdana Menteri, terutama para pemimpin oposisi, semua nya harus memberikan komentar. Komisaris polisi negara bagian dan Komisaris Polisi Federal Australia harus juga terlibat. Liputan media menjadi dinding selama berhari-hari. Serangan seperti itu harus dikaitkan dengan terorisme, bahkan walaupun bila tidak ada fakta atau tidak ada rincian.
Ini adalah apa yang terjadi setelah pembunuhan staf polisi Curtis Cheng di Parramatta bulan lalu.
Harus ditekankan bahwa respon politik – dengan menilai serangan itu sebagai serangan terorisme, menuntut para pemimpin dan para orang tua muslim untuk bertanggung jawab, mengadakan pertemuan darurat dengan para pemimpin muslim, dan program selanjutnya adalah de-radikalisasi – yang dirumuskan tanpa adanya bukti atas klaim yang dibuat dan sebelum adanya investigasi resmi, apalagi adanya temuan.
Siapa, kemudian, yang berusaha mengambil untung dari peristiwa penembakan ini?
Respon terhadap penembakan ini adalah luar biasa, dengan tidak didasarkan pada fakta-fakta obyektif dari kasus ini selain identitas pelaku.
Pikirkanlah bahwa dalam 15 bulan terakhir telah terjadi setidaknya selusin serangan lainnya seperti itu terhadap warga sipil atau polisi yang mendapat respon sangat berbeda. Pikirkanlah bahkan ketika serangan itu adalah bermotif ideologi atau politik, seperti kasus Rodney Clavell, atau serangan yang berusaha untuk membunuh beberapa orang tak dikenal oleh penyerang, seperti kasus Daniel Fing, insiden itu tidak dianggap terorisme jika pelakunya bukan muslim. Hal ini karena, dunia pasca 11/9 isu yang paling mudah dieksploitasi bagi para politisi adalah keamanan nasional.
Hal yang paling sederhana untuk menimbulkan rasa takut melalui dan membentuk opini publik adalah dengan perang melawan teror, “kontra kekerasan-ekstremisme” adalah judul Orwellian terbaru. Dan pada initinya karena perang ini, adalah perang melawan Islam, hanya serangan oleh Muslimlah yang dapat digunakan menimbulkannya dan memetik buah darinya.
Lebih banyak uang dan kekuasaan untuk badan-badan intelijen, polisi dan militer. hukum lebih kejam dimana pihak berwenang lebih lanjut dapat ikut campur dalam kehidupan orang-orang. Untuk menjadi umpan yang lebih besar bagi media untuk menciptakan sensasi, sehingga mencapai peringkat dan keuntungan yang lebih tinggi. Dan gangguan lainnya adalah pada pengaturan hal-hal kecil dari komunitas yang menjadi pembahasani: muslim. Ini adalah buah dari perang itu, dengan standar apapun, telah membuat dunia menjadi tidak, atau lebih aman.
Strategi ini menghasilkan keuntungan yang baik bagi para politisi, badan-badan keamanan dan media karena mengambil manfaat dari penderitaan massa adalah apa yang didapatkan dari pekerjaan mereka dalam dunia yang semakin narsis dan egois.
Jika hal ini tidak terjadi, lembaga-lembaga itu akan menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk menangani masalah-masalah yang lebih mendesak seperti kekerasan dalam rumah tangga dan penyalahgunaan narkoba, yang melukai dan membunuh lebih banyak orang dan menghancurkan lebih banyak kehidupan dalam waktu beberapa minggu daripada terorisme Islam yang membutuhkan waktu beberapa dekade.
Kemudian, ini adalah kemapanan dan media mainstream yang tanpa malu-malu menyasar serangan seperti penembakan Parramatta, sehingga menciptakan histeria politik dan sosial untuk membenarkan intervensi asing dan domestik yang selanjutnya hanya akan mengepung seluruh masyarakat, sehingga memberikan umpan kemarahan bagi para pemuda dan melestarikan siklus kekerasan. (riza)
Utsman Badar adalah perwakilan media Hizbut Tahrir Australia.
sumber:theaustralian.com. au
Posting Komentar