 Catatan Kesederhanaan - Pertanyaan
 : Apakah hukum perdagangan saham di pasar modal? Baik saham perusahaan 
yang memproduksi barang haram (misalnya  pabrik  miras) ataupun 
perusahaan yang memproduksi  barang halal. Bolehkah kita bekerja di 
sektor ini?
Catatan Kesederhanaan - Pertanyaan
 : Apakah hukum perdagangan saham di pasar modal? Baik saham perusahaan 
yang memproduksi barang haram (misalnya  pabrik  miras) ataupun 
perusahaan yang memproduksi  barang halal. Bolehkah kita bekerja di 
sektor ini?
Jawaban :
Pengantar 
Ketika
 kaum muslimin hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah 
mereka selalu berada dalam timbangan syariah (halal-haram). Khalifah 
Umar bin Khaththab misalnya, tidak mengizinkan pedagang manapun masuk ke
 pasar kaum muslimin kecuali jika dia telah memahami hukum-hukum 
muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke 
dalam dosa riba. (As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, h. 461).
Namun
 ketika Khilafah hancur tahun 1924, kondisi berubah total. Kaum muslimin
 makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir, 
yakni sistem kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini 
karena akar sistem kapitalisme adalah paham sekularisme yang 
menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk 
kehidupan ekonomi. Walhasil, seperti kata As-Salus, kaum muslimin 
akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam (ba’idan ‘an al-Islam), seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq al-maliyah) (ibid., h. 464). Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam. 
Fakta Saham 
Saham
 bukan fakta yang berdiri sendiri, namun terkait pasar modal sebagai 
tempat perdagangannya dan juga terkait perusahaan publik (perseroan 
terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah 
satu instrumen pasar modal (stock market).
Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif)
 yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Surat-surat berharga yang 
dapat diperdagangkan inilah yang disebut “efek” (Hasan, 1996).
Saham
 adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada 
perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 
tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai “surat 
berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas 
sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847).” (Junaedi, 1990). Sedangkan obligasi (bonds, as-sanadat)
 adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para 
pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).
Selain terkait pasar modal, saham juga terkait PT (perseroan terbatas, limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas
 didefinisikan sebagai “badan hukum yang didirikan berdasarkan 
perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang 
seluruhnya terbagi dalam saham,” Modal dasar yang dimaksud, terdiri atas
 seluruh nilai nominal saham (ibid., pasal 24 ayat 1). 
Definisi
 lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai 
kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, 
hak, serta kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad, et.al., 2000). Jadi sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki.
Perseroan
 terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya, 
jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik (go public) di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi “perseroan terbatas terbuka” (Tbk).
Fakta Pasar Modal
Pasar
 modal adalah sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak 
yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dengan orang yang 
membutuhkan modal (pihak issuer/emiten) untuk mengembangkan 
investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal 
didefinisikan sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum 
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang 
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” 
(Muttaqin, 2003). 
Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu : 
(1). Emiten,
 yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk 
menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari 
para investor di Bursa Efek. 
(2). Perantara Emisi, yang meliputi 3 (tiga) pihak, yaitu : a. Penjamin Emisi (underwriter),
 yaitu perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti 
jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar 
kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana; b. Akuntan Publik,
 yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan 
memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh 
emiten wajar atau tidak.c. Perusahaan Penilai (appraisal), yaitu perusahaan yang berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak.
(3). Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting)
 dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang 
melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar 
Modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang 
merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan.
(4). Bursa Efek, yakni tempat
 diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan
 oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu 
Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa 
Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.
(5). Perantara Perdagangan Efek. Yaitu makelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah
 perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek
 untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Sedang komisioner
 adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk 
kepentingan sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan.
(6). Investor, adalah
 pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan 
membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin, 
2003; Syahatah & Fayyadh, 2004).
Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapan pasar perdana (primary market) kemudian pasar sekunder (secondary market). Pasar perdana adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering)
 atau penawaran umum pertama. Kedua pihak yang saling memerlukan ini 
tidak bertemu secara dalam bursa tetapi melalui pihak perantara seperti 
dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana 
inilah, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan
 usahanya. 
Sedangkan pasar sekunder
 adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir. 
Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, maka 
investor tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor 
lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.
Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam
Para
 ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan 
saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang 
haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman 
keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan 
konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti 
kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang 
mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil 
yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).
Namun
 mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal 
itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya
 di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan 
sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,”Menanam saham dalam 
perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i…Dalil yang menunjukkan
 kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas 
tersebut.” (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).
Tapi
 ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari 
perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin 
an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah,
 hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang 
sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha 
perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan 
usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak. 
Aspek
 inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli 
fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak 
menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak
 terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai 
mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan
 sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996; 
Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004). 
Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah)
 adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan 
dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain 
dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam 
akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor 
yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau
 dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi 
apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. 
Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya 
dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan 
pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara 
syar’i. Sangat fatal, bukan?
Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih),
 karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang 
menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang
 membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, 
adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437) 
Kesimpulan
Menjual
 belikan saham dalam pasar modal hukumnya adalah haram, walau pun bidang
 usaha perusahaan adalah halal. Maka dari itu, dengan sendirinya 
keberadaan pasar modal itu sendiri hukumnya juga haram. Hal itu 
dikarenakan beberapa alasan, utamanya karena bentuk badan usaha berupa 
PT adalah tidak sah dalam pandangan syariah, karena bertentangan dengan 
hukum-hukum syirkah dalam Islam. Wallahu a’lam [ ] (www.konsultasi.wordpress.com)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mushlih, Abdullah & Ash-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Maa Laa Yasa’u Al-Taajir Jahlahu), Penerjemah Abu Umar Basyir, (Jakarta : Darul Haq), 2004 
An-Nabhani, Taqiyuddin, an-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam, (Beirut : Darul Ummah), Cetakan VI, 2004 
As-Sabatin, Yusuf Ahmad Mahmud, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, (Beirut : Darul Bayariq), 2002 
As-Salus, Ali Ahmad, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah wa al-Iqtishad al-Islami, (Qatar : Daruts Tsaqafah), 2006
Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz IX (Al-Mustadrak), (Damaskus : Darul Fikr), 1996 
Fuad, M, et.al., Pengantar Bisnis, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), 2000
Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 1996
Junaedi, Pasar Modal Dalam Pandangan Hukum Islam, (Jakarta : Kalam Mulia), 1990
Muttaqin, Hidayatullah, Telaah Kritis Pasar Modal Syariah, http://www.e-syariah.org/jurnal/?p=11, 20 des 2003
Siahaan, Hinsa Pardomuan & Manurung, Adler Haymans, Aktiva Derivatif : Pasar Uang, Pasar Modal, Pasar Komoditi, dan Indeks (Jakarta : Elex Media Komputindo), 2006
Syahatah, Husein & Fayyadh, Athiyah, Bursa
 Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal (Adh-Dhawabit 
Al-Syar’iyah li At-Ta’amul fii Suuq Al-Awraq Al-Maliyah), Penerjemah A. Syakur, (Surabaya : Pustaka Progressif), 2004
Tarban, Khalid Muhammad, Bay’u Al-Dayn Ahkamuhu wa Tathbiquha Al-Mu’ashirah (Al-Azhar : Dar al-Bayan Al-‘Arabi; Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah), 2003
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta : CV Haji Masagung), 1993
 Sumber jawaban :
Artikel karya  KH. M. Shiddiq al-Jawi
 
 
Posting Komentar