Islam: Penyembuh Masyarakat Yang Sakit
Ibarat tubuh, sebuah masyarakat bisa sakit, juga bisa sehat. Sehat atau tidaknya masyarakat dilihat dari kualitas interaksi sosialnya. Interaksi sosial di dalam masyarakat terjadi karena empat komponen: (1) individu-individunya sebagai anggota masyarakat; (2) kumpulan pemikiran yang diadopsi masyarakat; (3) perasaan kolektif masyarakat; (4) sistem/aturan hidup yang mengatur berbagai interaksi masyarakat (Muhammad Husein Abdullah, 1996).
Jika kita membayangkan bagaimana tubuh kita bekerja agar tetap sehat dan kuat, maka tubuh tentu perlu nutrisi yang cukup yang akan membentuk sistem imun (daya tahan tubuh) sehingga juga akan menguatkan sistem metabolisme dan menjaga organ-organ vital tubuh kita tetap sehat.
Begitu pula masyarakat, selain individu yang baik sebagai anggota masyarakat, maka faktor pertama yang akan membuat masyarakat sehat adalah kualitas nutrisinya yang berupa pemikiran-pemikiran yang sahih untuk membangun fondasi peradaban masyarakat dan menjadi identitas yang jelas bagi warna masyarakat. Kedua adalah perasaan kolektif masyarakat yang berperan sebagai kontrol sosial dan sistem imun karena rasa suka dan benci masyarakat akan menentukan sikap kolektif yang benar terhadap berbagai peristiwa dalam kehidupan. Ketiga adalah bagaimana kualitas sistem kehidupan yang ada mampu mengatur berbagai interaksi sosial tersebut sehingga menyelesaikan berbagai masalah dengan tuntas.
Mendiagnosa “Penyakit” Masyarakat Barat
Tidak ada yang pernah membayangkan sebelumnya bahwa pada abad modern ini ada anggota masyarakat yang merasa terancam dengan masyarakatnya sendiri. Namun, itulah yang terjadi pada masyarakat Barat. Peristiwa teror dari banyak kasus pemuda yang hidup paranoid di lingkungan sosialnya adalah salah satu indikasi kronisnya penyakit masyarakat Barat. Paham individualistik akut yang merupakan buah dari sekularisme ini telah melahirkan generasi yang rusak mentalnya, kosong secara spiritual, gagal mendefinisikan realitas kehidupan, tidak memiliki tujuan hidup dan terobsesi pada tokoh-tokoh imajinatif dari industri hiburan kapitalistik yang mereka ciptakan sendiri.
Percampuran antara materialisme dan kebebasan individu tanpa batas telah menyebabkan kekerasan yang mewabah, keruntuhan bangunan keluarga, makin tingginya depresi sosial, krisis solidaritas antar generasi (intergenerational solidarity crisis) sehingga kaum muda tidak lagi peduli pada mereka yang lanjut usia dan sebaliknya, kesenjangan antara si kaya dan si miskin, hingga gagalnya proses integrasi sosial akibat kegagalan mengelola perbedaan dalam masyarakatnya.
Kebingungan negara-negara Barat dalam menetapkan standar moralitas juga terlihat jelas saat mereka berbeda pandangan dan kebijakan satu sama lain tentang kaum LGBT (Lesbian-Gay-Homoseksual dan Transgender). Demikian pula sikap beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang berbeda dengan negara bagian New York dalam mentoleransi ‘Hari Bertelanjang Dada’ bagi perempuan. Barat telah berada dalam kondisi ‘kebingungan’ dalam menetapkan standar moralitas. Ini terjadi pada level perumusan kebijakan saat standar mereka berbeda-beda, berubah-ubah dan saling bertentangan satu sama lain.
Ketika Barat terus berupaya menyebarkan nilai-nilai dan ideologi mereka kepada dunia dengan cara yang sangat arogan dan memfit-nah peradaban Islam, maka sebenarnya mereka telah mencoba untuk menyembunyikan kepu-tusasaan yang mereka ciptakan pada masyarakat mereka sendiri dan di seluruh dunia. Sekarang Barat tidak lagi mampu menyembunyikan kemunduran dan kerusakan peradabannya.
Masyarakat Barat bercirikan 3 hal: sekular, pragmatis dan hedonis. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Taqiyuddin an-Nabhani (1953) dalam Nizham al-Islam Kapitalisme Barat: (1) berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan); (2) Berstandar manfaat (utilitarianisme/pragmatisme) dalam mengukur segala perbuatan manusia; (3) Bersifat hedonis (mementingkan kenimatan fisik) dalam memahami makna kebahagiaan.
Dari sini bisa didiagnosa interaksi sosial masyarakat Barat dengan menggunakan definisi masyarakat yang telah diurai pada awal tulisan. Intinya, sakitnya masyarakat Barat sangat dipengaruhi oleh:
1) Anggota masyarakat yang individualistik dan materialistik.
2) Pemikiran yang rancu dan ‘kosong’ secara spiritual akibat sekularisme yang diadopsi masyarakat Barat sebagai pemikiran dasar.
3) Perasaan kolektif yang kacau akibat pragmatisme dan hedonisme yang membuat standar sikap di masyarakat berbeda-beda dan berubah-ubah
4) Sistem yang zalim dan berpihak akibat penerapan sistem demokrasi- kapitalisme
Semua komponen di atas adalah akar dari penyakit yang melanda masyarakat Barat. Interaksi sosial masyarakatnya didominasi oleh kebebasan berperilaku yang sangat individualistik dan materialistik, ditambah dengan berbagai kebijakan dan undang-undang yang saling bertentangan dan berubah-ubah satu sama lain.
Sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan adalah penyebab yang paling mendasar dari kerusakan masyarakat, Selain bertentangan dengan fitrah manusia, akidah sekulerisme juga bertentangan dengan rasionalitas (akal). Nilai-nilai pemikiran Barat yang sekularistik ini telah gagal dalam memberi nutrisi pada kehidupan masyarakatnya. Akibatnya, masyarakat Barat nyaris tidak lagi memiliki identitas yang jelas.
Perasaan kolektif masyarakat Barat juga mengalami gangguan kronis karena sikap apatis dan individualistik menjalar ke seluruh sendi masyarakat. Standar kebijakan negara yang berubah-ubah dan berbeda-beda karena faktor pragmatisme, selain menciptakan kebingungan di antara anggota masyarakat, juga menambah kebingungan para pembuat kebijakan. Akibatnya, kontrol sosial serta integritas sosial sulit untuk dibentuk.
Belum lagi berbicara tentang sistem yang diterapkan, yang paling besar pengaruhnya pada kualitas interaksi sosial di masyarakat. Barat telah menerapkan sebuah sistem yang bukan hanya menciptakan tata dunia yang tidak adil yang dicirikan oleh imperialisme lewat mekanisme hutang, perdagangan yang tidak adil, dukungan bagi para diktator dan tiran, dan pendudukan yang ilegal. Ketidakadilan itu juga tampak jelas di dalam negerinya masing-masing saat kesenjangan antar si kaya dan si miskin kian menjadi. Pada saat yang sama kebebasan sipil dikurangi dengan cara menteror rakyatnya sendiri.
Kesimpulan diagnosanya, penyakit masyarakat di Barat semua berpangkal pada ideologi Kapitalisme yang cacat sejak lahir dan mengandung bibit-bibit kanker sejak awal. Ideologi Kapitalisme telah merusak individu, pemikiran dan perasaan yang ada pada masyarakat Barat dalam jangka panjang.
Karena itu, penting menyimak firman Allah SWT berikut:
فَأَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (١٥)
Adapun kaum ‘Ad, mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata, “Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?” Apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Namun, mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami (QS Fushshilat [41]: 15).
Kualitas Interaksi Sosial dalam Masyarakat Islam
Jika Amerika menghabiskan ratusan juta dolar untuk penelitian dalam mengatasi problem sosial di masyarakatnya, maka dengan bahasa elegan Sayyid Quthb berujar, “Islam melenyapkan kebiasaan yang telah mengakar di masyarakat jahiliah hanya dengan beberapa lembar ayat Quran.” SubhanalLah.
Kutipan ilustrasi di atas adalah benar adanya. Islam memiliki solusi mengakar untuk menciptakan masyarakat yang sehat jiwanya. Islam dengan seluruh risalahnya yang luhur telah menjaga bangunan masyarakat dengan penjagaan yang sempurna. Akidah dan hukum-hukum Islam telah menjaga 8 (delapan) hal yang ada dalam masyarakat (Muhammad Husein Abdullah, 1996), yakni: (1) memelihara agama; (2) memelihara jiwa; (3) memelihara akal; (4) memelihara keturunan; (5) memelihara harta benda; (6) memelihara kehormatan; (7) memelihara keamanan; (8) memelihara negara.
Masyarakat Madinah adalah model terbaik dari masyarakat yang sehat dan berperadaban luhur. Islam, sejak kelahirannya di Jazirah Arab, telah menorehkan prestasi yang luar biasa dalam membawa masyarakatnya pada keluhuran martabat. Dalam naungan wahyu Allah SWT, Islam juga berhasil melebur pemikiran dan perasaan masyarakatnya dalam kemurnian akidah Islam serta keharmonian hukum-hukumnya. Tidak aneh jika keutamaan kota Madinah diilustrasikan oleh Rasulullah saw. seperti alat peniup tungku pandai besi yang mampu menyingkirkan karat besi. Rasulullah saw. bersabda: “Madinah itu seperti tungku (tukang besi) yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang kebaikan-kebaikannya.” (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw. juga mengibaratkan kehidupan masyarakat Islam seperti sekelompok orang yang mengarungi lautan dengan kapal, “Perumpamaan orang yang teguh menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang melanggarnya bagaikan sekelompok orang yang berada di sebuah kapal. Sebagian berada di atas dan sebagian lagi di bawah. Adapun mereka yang berada di bawah, bila memerlukan air minum, harus naik ke melewati orang-orang yang berada di atas, sehingga mereka berkata, “Lebih baik kita lubangi saja kapal ini agar tidak mengganggu saudara-saudara kita yang berada di atas.” Bila mereka yang berada di atas membiarkan niat orang-orang yang berada di bawah, niscaya binasalah mereka semua. Akan tetapi, bila mereka mencegahnya maka akan selamatlah mereka semua.” (HR al-Bukhari).
Gambaran analogi kapal ini menunjukkan perasaan kolektif masyarakat berfungsi dengan baik sebagai kontrol sosial yang efektif, karena jika ada seseorang yang hendak mengambil air dengan melobangi kapal dan tidak ada orang lain yang mencegahnya, niscaya yang tenggelam adalah seluruh penumpang kapal. Kepedulian sosial seperti ini menjadi sistem imun yang kuat jika berbagai penyakit datang menghinggapi masyarakat. Dengan itu terwujudlah masyarakat yang sehat individunya, pemikirannya, perasaannya serta sistemnya dengan ideologi Islam.
Secara ringkas komposisi masyarakat Islam adalah:
1) Anggota masyarakat yang bertakwa.
2) Pemikiran yang lurus di bawah bimbingan wahyu sehingga memberi identitas kuat bagi fondasi masyarakat.
3) Perasaan kolektif yang kuat dan jelas sehingga fungsi kontrol sosial, yakni amar makruf nahi mungkar, menjadi sangat efektif.
4) Sistem yang adil dan mampu menuntaskan persoalan-persoalan di masyarakat, yakni Daulah Islam.
Peran Muslimah
Sebagai anggota masyarakat, perempuan berada di pusat perang budaya di banyak negara Muslim sekarang ini. Mereka dipandang sebagai “pengemban budaya”, pengelola tradisi dan nilai-nilai keluarga, serta benteng terakhir melawan penetrasi dan dominasi budaya Barat. Perempuan Muslim memegang peranan penting dalam mempertahankan keluarga dan sekaligus identitas Islam masyarakat Muslim. Masyarakat yang sehat bisa dicapai jika kaum Muslimah sadar di mana posisinya yang tepat dan kembali meraih posisi itu. Posisi utama perempuan adalah sebagai pendidik generasi muda. Ibu yang cerdas, beriman dan sadar akan tugas utamanya, akan melahirkan generasi-generasi pejuang yang akan memperbaiki kondisi umat Islam.
Di Barat, wujud dan peran utama perempuan ini telah dihancurkan. Akibatnya, yang terjadi adalah penyakit sosial dan kejahatan merajalela. Kezaliman yang paling buruk adalah rusaknya moral dan integritas kaum perempuan, karena akan menjalar ke seluruh sendi sosial masyarakat. Hancurnya peran perempuan dalam menjaga masyarakatnya tampak jelas di Barat. Baru-baru ini belasan perempuan di kota New York melakukan aksi protes dengan telanjang dada. Mereka menuntut kesetaraan di semua negara bagian AS untuk melegalkan kebolehan perempuan bertelanjang dada. Masya Allah. Bisa dibayangkan dampak dari liarnya perilaku perempuan di Barat. Wajar jika masyarakatnya menderita sakit kronis berkepanjangan.
Berbeda dengan Barat, Islam menjaga kehormatan kaum perempuan dengan hukum-hukumnya yang mulia. Perempuan diminta menutup aurat dan berhijab dan berbagai hukum lainnya yang sangat melindungi perempuan. Setelah menjaga kehormatannya, Islam memerintahkan kaum perempuan untuk menjalankan berbagai peran yang luar biasa dalam menjaga masyarakat, yakni berperan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa robbatul bayt), mendidik anak-anak mereka dan menguatkan suami mereka dalam mengemban Islam. Peran ini akan menjaga bangunan institusi keluarga sebagai unit terkecil dari bangunan masyarakat. Ibarat tubuh masyarakat, maka keluarga adalah sel-selnya, jika sel-selnya sehat maka sehat pula masyarakatnya.
Dalam lingkup yang lebih strategis, jika kuatnya peran Muslimah sebagai ibu semakin terakumulasi dalam masyarakat, berpadu dengan perannya sebagai da’iyah dan pengemban dakwah, maka terwujudlah peran sebagai Ibu generasi (ummu ajyal) yang dijalankan oleh kaum Muslimah dengan kesadaran politik tinggi. Tak bisa dibantah lagi, kesempurnaan peran yang digariskan Islam kepada perempuan justru menjadikan perempuan sebagai penguat peradaban dan penentu sehatnya sebuah masyarakat.
Penutup
Selain kewajiban amar makruf nahi mungkar serta peran terhormat kaum Muslimah untuk menjaga masyarakat, Islam juga telah memberikan sebuah sistem yang satu dan komprehensif yang akan memberi kesembuhan masyarakat yang sakit seberapapun parahnya. Sistem ini tiada lain adalah Khilafah Islam. Sebagaimana perkataan Utsman bin Affan ra., “Sesungguhnya Allah SWT memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh al-Quran.”
Khalifah sebagai pemimpin umum umat Islam akan mengatur berbagai interaksi sosial dan menghilangkan berbagai penyakit di dalam masyarakat dengan akidah dan hukum-hukum Islam yang mulia. WalLahu a’lam bi ash-shawab. [Fika M. Komara; (Anggota Woman Section, Central Media Iffice, Hizbut Tahrir)]
Posting Komentar