Islam Ideologi Satu-satunya Solusi
Laporan Bank Dunia menyebutkan resesi di Eropa dan melambatnya pertumbuhan ekonomi beberapa negara berkembang akan mempengaruhi melambatnya perekonomian global. Menurut Andrew Burns, Kepala Tim Ekonomi Global Bank Dunia, tahun 2012 akan menjadi tahun yang sulit.
Sebuah survey investor internasional “The Bloomberg Global Poll” yang dirilis pada Rabu (25/1) menyatakan Kapitalisme berada dalam krisis karena ketidaksetaraan pertumbuhan pendapatan di negara Barat. Lebih dari 70 persen responden mengatakan sistem Kapitalisme merupakan penyebab negara dalam kubangan krisis ekonomi. Karena itu, pemerintah suatu negara harus bertindak mengatasi sistem kapitalis yang merusak. Sebanyak 39 persen responden menganggap krisis akan memudar dengan sendirinya, sedangkan 32 persen lainnya menilai perlu perubahan radikal sistem ekonomi (http://www.bloomberg.com).
Mereka yang optimis memandang krisis memang memberi dampak negatif terhadap seluruh dunia, namun daya rusaknya belum sebesar krisis 2009. Perekonomian dunia masih tetap akan tumbuh meski dengan level landai. Tidak seperti 2009, negara-negara-negara berkembang di Asia masih akan mencapai pertumbuhan ekonomi positif meski melemah.
Untuk jangka menengah ke depan, mereka meyakini krisis global ini bersifat sementara, tidak usah panik, meski harus waspada. Buktinya, Cina, India dan Indonesia dianggap sebagai tiga negara dengan kinerja pertumbuhan ekonomi tertinggi. Cina tetap mampu tumbuh 9 persen, India 7 atau 7,5 persen dan Indonesia antara 6-6,3 persen.
Sebaliknya, ketidakpuasan terhadap sistem Kapitalisme di Barat telah mencapai titik kritis. Rakyat yang memiliki kesadaran atas ketidakadilan sistem Kapitalisme ini mulai bangun untuk melawan sistem rusak tersebut. Empat bulan yang lalu, suatu kelompok orang sekitar 2.000 orang berbaris di sepanjang Wall Street di New York untuk memprotes ketidakadilan politik dan ekonomi di Amerika. Sejak itu, “Occupy Movement” telah menjalar ke seluruh dunia, dengan mengorganisasi protes—di lebih dari 1.500 kota di seluruh dunia—terhadap kontrol yang dilakukan oleh orang-orang superkaya terhadap politik dan ekonomi.
Kapitalisme Gagal
World Economic Forum (WEF) membuat gebrakan. Dalam pertemuan tahun ini yang digelar 25-29 Januari 2012 di Davos Swiss, WEF mengagendakan perdebatan tentang Kapitalisme. Para tokoh meneriakkan kecemasan masa depan ekonomi dunia. “Apakah Kapitalisme abad ke-20 telah gagal dan abad ke-21 merupakan abad masyarakat?” Begitu pertanyaan seorang panelis.
Mengutip pendapat mantan perdana menteri Inggris Winston Churchill, seorang panelis, David Rubenstein, salah seorang pendiri Carlyle Group, mengatakan, “Kapitalisme mungkin bentuk terburuk dari sebuah sistem, kecuali bagi setiap sistem lainnya.”
Bahkan teori-teori ekonomi yang telah ada saat ini belum sanggup memberikan jalan keluar yang baik. Bongkar pasang kebijakan ekonomi di setiap negara di dunia ternyata hanya menimbulkan semacam lingkaran setan (vicious cycle) yang tak berujung-pangkal.
Telah banyak pakar ekonomi yang menyimpulkan bahwa Sistem Ekonomi Kapitalisme telah gagal membangun kesejahteraan umat manusia di muka bumi. Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994) menyatakan bahwa Ilmu Ekonomi telah mati. Ahli ekonomi terjebak pada ideologi Kapitalisme yang mekanistik, yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.
E. Stigliz dalam bukunya, Globalization and Descontents, menyatakan globalisasi tidak banyak membantu negara miskin. Penerapan pasar bebas, privatisasi, sebagaimana formula IMF selama ini, menimbulkan ketidakstabilan ekonomi yang sedang berkembang; bukan sebaliknya seperti yang selama ini didengungkan Barat bahwa globalisasi itu mendatangkan manfaat.
Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and The Rising Culture (1999), dan Ervin laszio dalam bukunya, 3rd Millenium, The Challenge and The Vision (1999) mengungkapkan bahwa ekonomi Kapitalisme memiliki kelemahan dan kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah yang menyebabkan ekonomi Kapitalisme tidak berhasil menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara kaya dan negara miskin.
Siklus Krisis
Ternyata dalam sejarah ekonomi, krisis yang sering melanda justru terjadi hampir di semua negara yang menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme. Roy Davies dan Glyn Davies 1996 dalam bukunya, The History of Money From Ancient Time to Present Day, menguraikan sejarah kronologis secara komprehensif.
Menurut mereka, sepanjang abad 20 telah terjadi lebih dari 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Resesi yang terjadi di era tahun 1930-an masih dipercaya sebagai yang terbesar yang pernah terjadi di seluruh dunia. Resesi pada masa ini menghantam hampir seluruh negara di dunia.
Lalu krisi 1975-1981 saat “anugerah” produksi minyak dunia berujung pada krisis keuangan dunia. Dengan makin mahalnya harga minyak, defisit perdagangan AS menjadi berkali-kali lipat untuk membiayai impor minyak mentah. Melemahnya nilai tukar dolar akibat defisit perdagangan AS yang luar biasa kemudian telah membuat seluruh dunia kehilangan kepercayaan terhadap mata uang tersebut.
Kemudian krisis pada 1990-1996 saat Indonesia dan Thailand menderita keguncangan besar politik dan ekonomi akibat krisis moneter yang juga disebabkan kebijakan salah IMF tentang cara penanganan beban hutang luar negeri Indonesia. Pada saat yang sama, negara Amerika Latin, yaitu Brazil dan Argentina, bersama Turki dan Rusia juga mengalami akibat lanjutan krisis moneter pada 1998-2002.
Cerita lanjutan krisis subprime 2007 ternyata menyimpan “peninggalan”. Sejak tahun 2010 lalu akibat krisis yang bermula di AS ini, kondisi ekonomi Eropa turut memburuk. Pasalnya, perbankan Eropa tidak luput dari pengaruh ekonomi AS. Selain itu, hilangnya pangsa pasar ekspor, yaitu AS yang terkena krisis, juga turut menyulut lesunya ekonomi Eropa saat ini.
Negara-negara emerging market (negara berkembang) termasuk Indonesia harus mewaspadai siklus krisis yang akan terjadi pada 2012. Berdasarkan data, ada kecenderungan siklus krisis global, karena besarnya capital inflows yang akan masuk ke Asia mencapai sekitar US$ 400 miliar, yang di antaranya sekitar US$ 13-15 miliar akan masuk ke Indonesia.
Akar Masalah
Sebenarnya, siapa saja yang meneliti realitas sistem ekonomi kapitalis saat ini akan menemukan bahwa sistem ini tengah berada di tepi jurang yang dalam. Semua rencana penyelamatan yang mereka buat tidak akan pernah bisa memperbaiki keadaannya, kecuali hanya menjadi obat bius yang meringankan rasa sakit untuk sementara waktu. Itu karena sebab-sebab kehancurannya membutuhkan penyelesaian hingga ke akar masalahnya, bukan hanya tambah-sulam.
Pertama: adanya praktik riba dan judi. Keduanya telah membentuk sektor non-riil dalam sistem ekonomi kapitalis baik dalam bentuk perbankan, asuransi, maupun perdagangan saham. Dalam sistem kapitalis, uang (juga modal) memang dipandang sebagai private goods. Dalam pikiran mereka, baik diinvestasikan dalam proses produksi atau tidak, semua kapital harus menghasilkan uang. Kenyataannya, “investasi” di sektor bukan produksi atau di sektor non-riil saat ini memang cenderung terus meningkat, jauh melampaui uang yang beredar di sektor produksi. Inilah yang disebut oleh Paul Krugman (1999) sebagai ekonomi balon (bubble economy).
Kedua: sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komoditi yang bersangkutan—bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali, tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli—adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah. Semua itu memicu terjadinya spekulasi dan guncangan di pasar. Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan terus terjadi melalui berbagai cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan sampai terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.
Ketiga: dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang dan memasukan dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian Bretton Woods—setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai substitusi mata uang pada awal dekade tujuh puluhan—telah menyebabkan dolar mendominasi perekonomian global. Ditinggalkannya mata uang emas dan perak dan diganti dengan mata uang kertas justru melemahkan perekonomian negara. Akibatnya, guncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di Amerika pasti akan menjadi pukulan yang telak bagi perekonomian negara-negara lain.
Keempat: ketidaktahuan akan fakta kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat, adalah kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara dan kepemilikan pribadi yang dikuasai oleh kelompok tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai dengan teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi, ditambah dengan globalisasi.
Solusi Islam
Kaum Muslim wajib menerapkan sistem ekonomi berdasarkan syariah Islam. Islam menjadikan visi ekonomi berhubungan dengan perintah dan larangan Allah SWT, serta menjadikan langkah-langkah ekonomi sesuai dengan pendapat, pemikiran dan hukum Islam.
Islam membatasi kegiatan ekonomi dengan hukum syariah sebagai undang-undang yang membolehkan apa yang dibolehkan Islam dan membatasi apa yang harus dibatasi. Inilah pengertian kegiatan ekonomi dalam Islam sebagai bagian ibadah kepada Allah SWT.
Agar syariah dapat selalu menjawab tantangan perkembangan ekonomi, ijtihad di bidang ekonomi, khususnya dalam perkara-perkara baru, harus terus dilakukan.
Solusi Islam atas problematika krisis ekonomi global adalah dengan melakukan beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
1. Penghapusan riba.
Sistem ekonomi Islam telah mengharamkan riba, baik nasi’ah maupun fadhl. Sebaliknya, inti dari ekonomi Kapitalisme adalah riba dan judi, dua perkara yang diharamkan dalam Islam (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 278).
Berdasarkan hal ini, kita harus menutup dan menghentikan praktik perbankan konvensional yang ribawi, termasuk transaksi-transaksi derivatif yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.
2.Sistem mata uang harus berbasis emas dan perak.
Islam yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah Yang Mahatahu mengajari kita agar memfungsikan uang hanya sebagai alat tukar saja. Maka dari itu, dimana uang beredar, ia pasti hanya akan bertemu dengan barang dan jasa, bukan dengan sesama uang seperti yang terjadi pada transaksi perbankan atau pasar modal dalam sistem kapitalis. Semakin banyak uang beredar, semakin banyak pula barang dan jasa yang diproduksi dan diserap pasar. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat sehingga lapangan pekerjaan terbuka, pengangguran bisa ditekan dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat.
Dengan mata uang dinar dan dirham, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka dari itu, seberapapun dolar Amerika naik nilainya, misalnya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dolar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar.
3.Penghapusan sektor ekonomi non-riil.
Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya sehingga haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme, dengan klaim kebebasan kepemilikan. Ini berarti kita harus menutup bursa saham.
Pangkal dari krisis ekonomi sekarang adalah ekonomi ribawi yang salah satu pilar pentingnya ada bursa saham. Bursa saham adalah transaksi batil sehingga harus ditutup selamanya. Aktivitas bursa dan pasar saham adalah haram dalam Islam. Jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komoditi yang bersangkutan—bahkan bisa diperjualbelikan tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli—adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah. Rasulullah saw. bersabda, “(Tidak halal) jual-beli barang yang tidak dimiliki oleh dirimu.” (HR Abu Dawud).
Penutup
Kegagalan sistem dan teori Kapitalisme serta krisis yang berkelanjutan saat iniseharusnya menjadi pelajaran bagi mereka yang tergila-gila menjadi penganut dan pendukung Kapitalisme di dunia Muslim. Harus disadari bahwa akar krisis ekonomi saat ini terletak pada penerapan sistem ekonomi Kapitalisme itu sendiri. Karena itu, ketimbang mengulang kegagalan dengan menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme yang sudah cacat bawaan dari lahirnya, maka sudah sepantasnya kita mencampakkan sistem Kapitalisme. Tidak ada pilihan bagi umat Islam kecuali mengambil dan menerapkan Sistem Ekonomi Islam sebagai satu-satunya solusi dalam mengakhiri penderitaan dampak dari sistem ekonomi Kapitalisme.
Islam adalah ideologi bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT, Zat Yang Mahasempurna. Karena itu, hanya sistem Islam yang mampu menyelamatkan dunia dari kehancuran. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadirahmat bagi alam semesta (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Selain itu, penerapan sistem Islam merupakan pelaksanaan perintah Allah serta wujud ketaatan kepada-Nya. Ketaatan itu pasti akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi sesuai dengan janji Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ
Seandainya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bum (QS al-A’raf [7]: 96).
WalLahu a’lam bi ash-shawwab. []
Penulis adalah Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan FE Universitas Sultan Agung Tirtayasa (UNTIRTA) Serang-Banten dan Mahasiwa S3 Ilmu Ekonomi UNPAD.
Posting Komentar