Hanya Islam Yang Memuliakan Perempuan
Kebobrokan Kapitalisme
Kapitalisme telah membuat kehidupan manusia sangat menderita. Ekonomi kapitalis telah melahirkan kemiskinan yang mengerikan. Karena kemiskinan, banyak wanita terpaksa bekerja dan meninggalkan peran utamanya sebagai ibu. Akibatnya, mereka banyak yang stres dan hilang naluri keibuannya. Tak sedikit ibu yang melakukan tindak kekerasan pada anak mereka karena stres. Karena tekanan ini ada juga istri yang membunuh suaminya.
Karena kemiskinan pula, banyak istri menjadi sasaran kekerasan para suami. Akibatnya, angka gugat cerai bertambah (63% dari 131.518 kasus perceraian di tahun 2009). Disharmonisasi keluarga ini juga mengakibatkan penderitaan pada anak-anak. Kebahagiaan hidup dan harapan masa depan mereka terenggut. Akibat kemiskinan pula timbul kasus gizi buruk, utamanya pada anak-anak; wanita menjadi tenaga kerja dan tidak sedikit dari mereka menjadi korban perdagangan wanita. Mereka dilacurkan karena keadaan. Jumlah PSK tahun 2008, yang dilansir website GP Anshor, adalah sebanyak 270.000 dengan pelanggannya berjumlah 10 juta orang.
Ide kebebasan (Liberalisme) ala Kapitalisme juga telah mengubah perilaku manusia bak binatang. Budaya permisif menumbuh-suburkan pornografi-pornoaksi yang memicu adanya seks bebas. Seks bebas kemudian menyebabkan banyak kasus hamil tak diinginkan. Akibatnya, banyak remaja putri yang melakukan aborsi (2,3 juta kasus per tahun). Seks bebas juga menimbulkan penyakit HIV-AIDS yang mematikan (Data Indonesia: 300 ribu jiwa menderita HIV/AIDS pada 32 propinsi atau 300 kabupaten/kota). Budaya ini telah memunculkan komunitas manusia menyimpang. Akhir-akhir ini muncul kelompok LGBT (Lesbian-Gay-Biseks-Transgender). Mereka memberanikan diri untuk eksis dan mempengaruhi masyarakat agar menerima keberadaan mereka. Cerita-cerita prestatif mereka dikemas sedemikian rupa berharap adanya pengakuan. Kisa-kisah sosial mereka diungkap untuk mendapat simpati. Padahal mereka inilah biang kerok penyakit-penyakit seksual yang mengerikan.
Menuduh Islam
Anehnya, kaum kapitalis-liberal malah berani menuduh Hukum Islamlah yang menyebabkan penderitaan bagi wanita. Mereka menuduh Hukum Islam mengekang kebebasan wanita, yang menjadikan wanita tidak mempunyai ruang gerak yang berkonsekuensi pada kejumudan dan ketertinggalan. Mereka menuduh bahwa keluarga adalah terali besi yang dibuat Islam untuk wanita. Wanita diklaim terjebak dalam aktivitas tak bermakna serta tidak mendatangkan materi dan ‘prestise’.
Hukum Islam yang acapkali dituduh diskriminatif di antaranya: keharusan izin bagi istri kepada suaminya jika akan keluar rumah; keharaman wanita menjadi kepala negara; kewajiban wanita menutup aurat, mendidik anak, serta menaati dan melayani suami; kebolehan lelaki berpoligami; dll. Wanita dalam Islam dianggap tidak diberi kesempatan untuk berkiprah di ranah publik.
Tuduhan keji ini sengaja direkayasa untuk menyesatkan umat dari gambaran pemikiran Islam yang sahih. Sudahlah umat ini tidak mewarisi gambaran utuh syariah Islam berikut penerapannya, dalam tataran pemikiran pun hendak disesatkan. Itulah kelicikan kapitalis. Mereka hendak menutupi kebobrokannya dengan bersembunyi di balik tuduhan terhadap Islam.
Sikap Umat Islam
Umat Islam tentu tidak boleh menempatkan diri sebagai pihak tertuduh sehingga melakukan pembelaan dengan cara yang keliru. Umat harus menjelaskan bahwa justru Islam yang menyelamatkan wanita dari kubangan lumpur Kapitalisme dan hanya Islamlah yang memuliakan wanita dan mensejahterakan manusia.
Karenanya, harus ada upaya penanaman cara berpikir pada umat dengan target sebagai berikut:
1) Umat harus memahami realita persoalan yang terjadi secara benar;
2) Umat memahami hukum Islam terkait dengan realita tersebut;
3) Umat mampu menghukumi realita dengan Hukum Islam yang telah mereka pahami sehingga tergambar jelas bagaimana Islam memecahkan persoalan tadi.
Inilah cara berpikir Islam. Metode berpikir seperti ini yang harus dimiliki umat Islam seluruhnya agar tidak menjadi korban penyesatan Barat.
Hanya Islam
Allah SWT telah menetapkan dalam berbagai nash syariah bahwa wanita adalah barang berharga yang wajib dijaga. Hukum-hukum berikut ditetapkan dengan maksud menjaga kehormatan wanita.
Pertama: Syariah Islam telah menjadikan dua kehidupan bagi manusia, yaitu kehidupan khusus di dalam rumah dan kehidupan umum di luar rumah. Di dalam rumah wanita hidup sehari-hari bersama mahram dan saudara perempuan mereka. Siapa saja yang hendak memasuki kehidupan khusus orang lain wajib meminta izin kepada pemilik rumah. Ini dimaksudkan agar wanita—yang di dalamnya dibolehkan melepas jilbab—tidak terlihat auratnya oleh laki-laki yang bukan mahramnya (Lihat: QS an-Nur [24]: 27).
Dalam kehidupan umum Islam mewajibkan wanita untuk menggunakan pakaian khas luar rumah yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Mereka wajib mengenakan kerudung (QS an-Nur [24]: 31) dan jilbab (QS al-Ahzab [33]: 59).
Mari kita membandingkan Islam dengan Kapitalisme yang tidak mengatur kehidupan manusia sebagaimana di atas. Siapa saja boleh masuk ke dalam rumah orang lain tanpa izin. Akibatnya, laki-laki asing leluasa masuk dan merusak kehormatan wanita. Sudah banyak kasus keretakan rumah tangga karena istri memasukkan lelaki asing ke dalam rumahnya. Banyak kasus perzinaan remaja yang dilakukan di dalam rumah saat orangtua mereka tidak ada. Banyak peristiwa lain sebagai akibat hukum pergaulan khusus di dalam rumah tidak diterapkan.
Di sisi lain, Kapitalisme memandang pakaian Muslimah (kerudung dan jilbab) sebagai penghambat gerak wanita. Padahal apa yang terjadi saat wanita mengumbar auratnya? Mereka menjadi korban pelecehan seksual dan obyek industri pornografi-pornoaksi yang nyata-nyata membahayakan kesucian dan kehormatan dirinya. Jadi jelas, kewajiban berkerudung dan berjilbab bagi wanita adalah agar mereka terhindar dari orang-orang yang akan mengganggu atau menyakiti mereka.
Kedua, Islam melarang wanita bepergian jauh seorang diri tanpa ditemani mahram mereka. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يَحِلٌّ لإمْرَأَةٍ تؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَومِ الآخِرِ أنْ تُسافِرَ يَوْم ولِيْلَة إلاّ وَمَعَها مَحْرَمٌ لَها
Tidak halal wanita yang mengimani Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan sehari semalam, kecuali bersama mahramnya.
Sementara itu ide barat kapitalisme dengan dalih kebebasan memperbolehkan wanita bepergian menempuh perjalanan lebih dari sehari semalam, berpetualang, tanpa harus disertai oleh mahram. Tidak jarang untuk itu wanita meninggalkan keluarga yang dia cintai dan kewajiban utamanya. Sementara sepanjang perjalanan dan petualangan itu, bahaya bisa saja mengancam wanita itu setiap saat. Lantas siapa yang akan melindungi dan membelanya dalam kondisi seperti itu? Inikah yang disebut kebebasan bagi wanita?
Dalam Islam, andai wanita menghabiskan waktu 24 jam perjalanannya, maka ia wajib ditemani oleh mahram mereka. Inilah bentuk penjagaan Islam terhadap kehormatan dan keselamatan wanita dalam perjalanan. Bagaimana dengan Kapitalisme? Tidak peduli sama sekali dengan keselamatan wanita.
Ketiga: Islam melarang wanita berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram-nya. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بإمْرَأةٍ إلاّ وَمَعَها ذُوْ مَحْرَم لها، فَإِنّ ثالِثَهُما الشَّيْطانُ
Janganlah seorang pria berkhalwat (berduaan dengan wanita), kecuali wanita itu disertai mahram-nya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah setan (HR Muslim).
Kebebasan berperilaku yang dibanggakan Kapitalisme memberikan keleluasaan bagi wanita dan pria bergaul bebas. Banyaknya kasus hamil di luar nikah dan kehamilan tak diinginkan membuat hidup wanita tak bahagia. Wanita yang kegadisannya sudah direnggut tidak akan pernah hidup tenang. Belum lagi bila mereka memilih untuk menggugurkan kehamilannya akan menghadapi risiko kematian. Kebebasan ini membawa keresahan dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, Islam melarang aktivitas apapun yang mengarah pada zina. Salah satunya adalah larangan ber-khalwat ini, dan bila dilanggar maka pintu zina terbuka lebar. Jadi, sesungguhnya larangan khalwat ini menjamin kehormatan wanita.
Keempat: Islam melarang wanita menampakkan kecantikan mereka (tabarruj) di depan laki-laki asing (QS al-Ahzab [33]: 33). Saat ini tidak sedikit wanita berprofesi sebagai model berjalan berlenggak-lenggok demi me-launching style pakaian terbaru. Pengorbanan yang mereka berikan untuk menjadi model amat besar. Mereka harus menjaga ketat makanan supaya berat badan tidak naik. Mereka rela mengeluarkan uang untuk merawat kebugaran dan kecantikan. Jadi sebenarnya siapa yang mengekang wanita? Padahal keuntungan besar tidak didapat oleh mereka, karena sesungguhnya model wanita hanyalah menjadi alat Barat kapitalis untuk memupuk keuntungan dan self interest mereka.
Kelima: Islam melarang wanita berinteraksi bebas dan bercampur-baur dengan laki-laki bukanmahram, seperti tamasya bersama, makan dan ngobrol bersama, dan sejenisnya. Dampak dari dilalaikannya hukum ini adalah maraknya pergaulan bebas.
Jelas sudah, tuduhan yang dilontarkan kepada Islam adalah salah alamat. Sejatinya orang-orang yang berpikiran Kapitalisme sekular itu telah menunjuk hidung mereka sendiri. Jika kemudian mereka memastikan bahwa hukum-hukum di atas menyebabkan penderitaan bagi wanita, itu salah besar. Jika wanita menaati perintah dan larangan tadi maka ia tidak akan punya kesempatan hidup layak, tidak bisa memiliki uang, tidak bisa meraih prestasi, tidak akan mendapatkan kemuliaan di tengah masyarakat, maka anggapan ini salah besar juga. Mengapa? Karena Allah SWT telah memberi kedudukan mulia bagi wanita dengan menetapkan mereka menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Itulah posisi terbaik bagi wanita, karena Allah Pencipta segenap makhluk sangat mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Karena kewajiban utamanya menjadi ibu dan pengatur rumah tangga, maka Islam memberi hak bagi wanita untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Mereka tinggal di dalam rumah, tetapi mendapat pemenuhan kebutuhan hidupnya secara makruf (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 223).
Wanita tidak harus bekerja keluar rumah dan mendapat perlakuan keji. Mereka tidak perlu berpayah-payah mendapatkan uang karena telah dipenuhi oleh suaminya. Islam akan menindak suami yang tidak memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik melalui penguasa kaum Muslim, yaitu khalifah.
Meski wanita tidak bekerja dan mempunyai uang, kedudukan mereka tidak menjadi rendah di depan suaminya dan berpeluang besar dianiaya. Sebab, istri berhak mendapatkan perlakuan baik dari suaminya dan kehidupan yang tenang. Islam menetapkan bahwa pergaulan suami-istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan. Kewajiban nafkah ada di pundak suami, yang bila dipenuhi akan menumbuhkan ketaatan pada diri istri. Pelaksanaan hak dan kewajiban suami-istri inilah yang menciptakanmawaddah wa rahmah dalam keluarga. Jadi, tidak benar bila istri tidak bekerja akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.
Demi menjamin kedudukan mulia wanita ini, Islam menjauhkan wanita dari lingkup tanggung jawab berat yang ada pada urusan pemerintahan. Hal ini tentunya untuk menjaga kedudukan utamanya sebagai ibu generasi. Bisa dibayangkan bila perempuan menjadi penguasa, pengatur urusan rakyat yang demikian banyak dan kompleksnya, maka urusan rumah dan anak-anak mereka akan terabaikan. Begitu pula untuk menjamin kelangsungan fungsi ibu, Islam membebaskan kewajiban shaum Ramadhan bagi mereka saat hamil dan menyusui, juga membebaskan kewajiban shalat saat mereka haid.
Islam mewajibkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap wanita untuk memenuhi hak mereka dengan baik, termasuk negara. Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki agar dapat memberi nafkah pada keluarga mereka. Negara juga wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan, khususnya oleh wanita, seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baik agar para wanita bisa menjalankan perannya yang mulia dengan baik pula. Negara wajib menjamin keamanan dalam kehidupan publik agar saat wanita keluar rumah untuk menunaikan kewajiban yang dibebankan padanya mereka mendapat ketenangan.
Perlindungan dan pemenuhan kebutuhan wanita oleh negara telah banyak dibuktikan dalam sejarah pemerintahan Islam. Misal, saat seorang Muslimah berbelanja di pasar Bani Qainuqa, seorang Yahudi mengikat ujung pakaiannya tanpa dia ketahui sehingga ketika berdiri aurat wanita tersebut tersingkap diiringi derai tawa orang-orang Yahudi di sekitarnya. Wanita tersebut berteriak. Kemudian salah seorang Sahabat datang menolong dan langsung membunuh pelakunya. Namun kemudian, orang-orang Yahudi mengeroyok dan membunuh Sahabat tersebut. Ketika berita ini sampai kepada Nabi Muhammad saw., beliau langsung mengumpulkan tentaranya. Pasukan Rasulullah saw. mengepung mereka dengan rapat selama 15 hari hingga akhirnya Bani Qainuqa menyerah karena ketakutan.
Kemudian kisah pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah berkaitan dengan pembelaan Khilafah terhadap kehormatan wanita. Ketika seorang wanita menjerit di Negeri Amuria karena dianiaya dan dia memanggil nama Al-Mu’tashim, jeritannya didengar dan diperhatikan. Dengan serta-merta Khalifah al-Mu’tashim mengirim surat untuk Raja Amuria “…Dari Al Mu’tashim Billah kepada Raja Amuria. Lepaskan wanita itu atau kamu akan berhadapan dengan pasukan yang kepalanya sudah di tempatmu sedang ekornya masih di negeriku. Mereka mencintai mati syahid seperti kalian menyukai khamar…!”
Singgasana Raja Amuria bergetar ketika membaca surat itu. Lalu wanita itu pun segera dibebaskan. Kemudian Amuria ditaklukan oleh tentara kaum Muslim.
Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ia biasa melakukan ronda keliling rumah penduduk setiap malamnya. Satu malam dia mendengar suara tangisan anak-anak dari satu rumah yang ternyata menangis karena kelaparan. Ibu anak-anak itu tengah memasak batu yang tentunya tidak akan pernah kunjung matang. Melihat itu, Khalifah Umar bersegara mengambil sekarung gandum yang beliau bawa sendiri dan diberikan kepada ibu tersebut.
Pada satu malam lainnya, ia mendengar keluhan seorang perempuan—melalui senandung syair—yang rindu akan suaminya yang tengah menjalankan tugas di medan pertempuran. Lalu Khalifah Umar ra. bergegas mendatangi putrinya, Hafshah, untuk bertanya berapa lama seorang wanita tahan menunggu suaminya. Dari jawaban Hafshah, Khalifah Umar mengirimkan perintah kepada para panglima perang yang berada di medan pertempuran, agar tidak membiarkan seorang pun dari tentaranya meninggalkan keluarganya lebih dari empat bulan.
Banyak kisah lainnya yang menunjukkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan wanita. Sayangnya, saat ini Negara Islam (Khilafah) yang menerapkan hukum-hukum tersebut tidak ada.
Apa yang Harus Diperjuangkan Wanita?
Melihat permasalahan yang dihadapi wanita akibat dari penerapan sistem kapitalis-sekular, tidak ada cara dan solusi yang lebih tepat untuk menyelamatkan kehormatan dan kemuliaan kaum wanita selain dengan penerapan syariah Islam. Perjuangan saat ini fokus pada penegakan Khilafah yang akan menerapkan syariah secara kaffah. Dengan syariah, kehormatan dan kemuliaan wanita dapat terjaga; seluruh kebutuhan hidup wanita juga dapat terpenuhi.
Tegaknya Khilafah, di samping sebagai kebutuhan, juga merupakan kewajiban bagi seluruh Muslim. Oleh karena itu, kepada kaum wanita sebagai bagian dari umat Islam, mari kita mengembalikan Islam pada kehidupan nyata sebagaimana yang sudah terjadi sebelumnya. Yakinlah bahwa hanya Islam dan Khilafah yang akan memuliakan wanita.
Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Ratu Erma R.]
Posting Komentar