Catatan Kesederhanaan - Sebagaimana telah mengistimewakan tempat-tempat tertentu di muka bumi ini, Allah SWT juga telah mengutamakan waktu-waktu tertentu melebihi keutamaan waktu lainnya. Bulan Ramadhan adalah di antara bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT melebihi bulan-bulan lainya. Pantas bila Ramadhan sangatlah spesial di mata umat Islam. Kehadirannya selalu ditunggu-tunggu. Kedatangannya senantiasa dirindukan.
Setiap detik, menit, jam, dan hari-hari di bulan ramadhan penuh dengan keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut antara lain,
Pertama: bulan Ramadhan adalah bulan pelaksanaan ibadah puasa (syahrush shiyam). Puasa diwajibkan bagi setiap orang yang telah akil baligh, sedang ia tidak dalam perjalanan, sakit, haid atau nifas. Keutamaan ibadah puasa diantaranya terletak pada besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi orang yang melaksanakannya. Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah saw menyatakan: “Allah SWT berfirman: ‘Semua amal perbuatan Bani Adam menyangkut dirinya pribadi, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, karena itu, Akulah yang langsung membalasnya’”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam an-Nawawiy Rahimahullah, menuturkan beberapa pandangan salaf terkait maksud hadis ini, diantaranya, bahwa hanya Allah SWT sajalah yang di-’ibadahi dengan puasa. Tak ada ajaran sebelum Islam yang men-syari’atkannya. Pendapat lain, ibadah puasa jauh dari riya, puasa adalah ibadah yang tersembunyi. Pandangan lain, hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui besarnya pahala dan lipatan kebaikan dari ibadah puasa, sebagaimana ditunjukkan oleh lafadz wa ana ajizi bihi (dan Akulah yang akan membalasnya). Selain itu, penyandaran puasa kepada Allah SWT (ash-shoumu lii: puasa itu bagi-KU) juga merupakan bentuk pemulian, sebagaimana lafadz baitullah (rumah Allah), naqatullah (unta Allah), dll. (Lihat: Syarhun Nawawiy li Muslim, juz IV, hal. 152).
Kedua: bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran (syahrul Quran). Allah SWT berfirman: Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinat) dan pembeda (furqân) (antara haq dan batil). (QS al-Baqarah [2]: 185). Bahkan dalam salah satu hadis dinyatakan bahwa sebagian kitab-kitab terdahulu juga diturunkan pada bulan Ramadhan. Dari Wasilah bin al-Asqa’, Rasulullah saw, bersabda: “Shuhuf Ibrahim alaihissalam diturunkan di awal malam Ramadan, sedangkan Taurat diturunkan pada enam Ramadan. Injil diturunkan pada tanggal 10 Ramadan, Al-Furqan (Alquran) diturunkan pada tanggal 24 Ramadan.” (HR. Ahmad dalam Almusnad).
Kitab-kitab tersebut diturunkan Oleh Allah SWT sebagai seruan untuk meraih jalan kemuliaan. Secara bahasa nuzûl artinya turun. Turun dari Zat yang maha agung, pemilik alam semesta, yang maha mengetahui suluk beluk kehidupan ini. Kitab-kitab tersebut diturunkan dengan membawa sistem yang bersih dari kepentingan dan hawa nafsu para penduduk bumi. Imam as-Sya’rawiy Rahimahullah, menyatakan bahwa ayat-ayat yang mengandung makna nuzûl / tanzîl yang berarti turunnya kebenaran dari Allah SWT, sangat sejalan dengan lafadz seruan dalam ayat-ayat lainnya. Sebagai contoh, firman Allah SWT: “Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, marilah (ta’âlau) berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah” (QS. Ali Imron [3]: 64). Juga firman-Nya:Katakanlah:”Marilah (ta’âlau) kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan” (QS. al-An’am [6]: 151).
Pada kedua ayat itu dan ayat-ayat senada lainnya, seruan Allah SWT diungkapkan dengan lafadz ta’alau (kemarilah), yang berkata dasar ‘uluww (tinggi). Dengan kata lain, seruan-seruan dalam ayat itu pada dasarnya seruan-seruan menuju kemuliaan dan keluhuran. Kurang lebih, sebagaimana dinyatakan oleh Imam asy-Sya’rawiy, ayat-ayat itu bermakana:“beranjaklah dan bangkitlah menuju ketinggian langit, dan janganlah kalian (rela) membiarkan diri kalian, terjatuh dalam kubungan (sistem) para penduduk bumi” (Lihat, maqalah tafsir Imam asy-Sya’rawiy, hal. 710)
Oleh sebab itu, bulan Ramadhan menjadi begitu spesial dan istimewa bagi umat Islam. Ia mengingatkan kembali mereka akan panggilan Allah SWT untuk menuju jalan kebangkitan. Terlebih dengan segenap keagungan yang dikandung al-Quran, sebagai kitab yang diturunkan kepada nabi akhir zaman, membenarkan kitab-kitab sebelumnya, meluruskan setiap penyimpangan di dalamnya dan menghapus sebagian hukum-hukumnya.
Ketiga: bulan Ramadhan adalah bulan melatih kesabaran (syahrush shabr). Saat berpuasa, kesabaran seorang muslim diuji melebihi ujian kesabaran pada ibadah-iabdah lainya. Ia dituntut untuk menahan diri dari sebagaian perkara mubah, seperti makan, minum, hubungan suawa istri, terlebih dari perkara haram. Bulan puasa adalah ajang latihan menundukan hawa nafsu (al-hawa). Mengendalikan hawa nafsu tentu tidak hanya terbatas pada aspek moralitas saja, seperti tidak berbohong, tidak bertengkar, tidak meng-gîbah, dll. melainkan menjaga diri dari setiap perkara yang melanggar syari’at Allah SWT. Dalam al-Quran sendiri dianyatakan, al-hawa lawannya adalah al-wahyu. Allah SWT berfirman: “Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran dan al-Hadist) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS an-Najm [53]: 3-4).
Oleh sebab itu, Ramadhan sebagai bulan bersabar dan bulan menundukkan hawa nafsu, seharusnya ditunjukkan dengan mengambil seluruh perintah yang bersumber dari wahyu dan membuang jauh-jauh perkara-perkara yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, saat kita tergerak untuk meninggalkan dosa ghîbah, menghardik dan menghina orang lain, pada saat yang sama kita pun seharusnya tergerak untuk meninggalkan praktek riba, mu’amalah yang serba kapitalistik, pornografi-pornoaksi, politik yang menghalalkan segala cara, legislasi undang-undang produk akal manusia, dll. Saat kita berusaha untuk menanggalkan sifat sifat iri, dengki, sombong, takabur dan seluruh sifat jelek lainnya, pada saat yang sama kita juga harus berusaha menanggalkan setiap ide-ide sesat seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, kapitalisme, dan faham-faham sesat lainnya yang jelas-jelas bertentangan dengan wahyu. Begitulah seterusnya, hanya dengan itulah keutamaan Ramadhan bisa kita dapatkan, kebaikan dunia dan akhirat dapat kita raih. Allah SWT menjanjikan pahala yang tidak terbatas bagi orang-orang yang bersabar: Katakanlah:”Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Rabbmu”.Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.Dan bumi Allah itu adalah luas.Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas. (QS. az-Zumar [39]:10)
Keempat: bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan (syahrut taubah wal maghfirah). Rasulullah SAW bersabda:“Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu”.(HR Imam Nasa’i, Ibn Majah, Ibn Hibban dan Baihaqi). Artinya, Puasa dapat menjadi kifarat atas dosa-dosa yang kita lakukan, bila dilakukan dengan penuh keimanan dan keihklasan. Meski perlu dicatat, bahwa dosa yang dimaksud adalah dosa kecil (as-shogôir). Adapun dosa besar, seperti syirik, berzina, riba, membunuh tanpa sebab yang haq, durhaka terhadap kedua orang tua, berhukum dengan selain hukum Allah SWT, dll. semua itu hanya bisa dihapus dengan taubah, meminta ampunan kepada Allah SWT, menyesalinya, serta berazam untuk tidak mengulanginya. Imam Ibnu Abdil Bar menyatakan bahwa hal ini merupakan Ijma’ kaum muslimin. Beliu berdalil dengan sabda Baginda Rasulullah SAW: “Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at, Ramadhan ke Ramadhan, seluruhnya akan menjadi kifarat dosa yang dilakukan di antara keduanya, selama dosa-dosa besar di jauhi” (Lihat: at-Tamhid, karya Ibnu ‘Abdil Bar, juz. IV, hal. 45).
Inilah di antara keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadhan. Masih banyak keagungan lain yang menjadi keistimewaan bulan ini, seperti: lailatul qadar malam yang lebih baik daripada 1000 bulan, dibukanya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dikabulkannya doa, dilipatgandakannya pahala amal kebaikan dll. Semua itu tiada lain adalah momen mengembalikan dan meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT secara totalitas. Wallahu A’lam[] (Oleh: Abu Muhtadi, Lc.)
Posting Komentar